Sekolah Full Day :Dukungan Atas Petisi Menolak Pendidikan Full Day Terus Bertambah
Wacana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy agar siswa sekolah seharian mendapat respons beragam.Salah satunya dengan munculnya petisi menolak rencana tersebut.
Petisi tersebut tertuang dalam situs change.org.
Petisi bertuliskan 'Tolak Pendidikan "Full Day/Seharian Penuh di Indonesia" dibuat oleh Deddy Mahyarto Kresnoputro.
Selasa (9/8/2016) pukul 18:52 WIB, dukungan petisi mencapai 27.211 pendukung yang menandatangani petisi online tersebut.
Dengan jumlah itu, kini masih perlu 7.789 untuk mencapai 35.000 orang yang menandatangani petisi ini.
Dalam petisi itu tertulis jelas tujuannya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dan orang tua murid.
Dalam Petisinya juga terdapat tiga komentar pendukung, yakni dari Afri Saragih, di Bekasi.
Ia menuliskan komentarnya:
"Sekolah full day hanya merampas kemerdekaan anak-anak. Sudah terbukti bertahun-tahun sistem pendidikan yg hanya fokus pada angka, hanya menghasilkan manusia manusia tidak kreatif! Membuat orang dewasa kekanak kanakan! Kembalikan hak hak anak! Keluarga adalah pendidikan yg utama! Kembalikan keceriaan masa anak anak Indonesia! Jangan "penjarakan" anak2 didalam satu gedung bernama SEKOLAH! Karena belajar itu sepanjang masa BUKAN selama disekolah!! Alam raya adalah sekolah yang sebenarnya!"
Karina Adistiana, Indonesia juga menyertakan komentarnya di dalam petisi "Tolak Pendidikan "Full Day"/Sehari Penuh di Indonesia".
"Peran orangtua & keluarga sebagai teladan utama dalam pendidikan karakter tidak bisa seenaknya diambil alih oleh sekolah. Pendidikan bermasyarakat juga terancam ketika anak menghabiskan lebih banyak waktu di sekolah. Data dan keberagaman di Indonesia perlu menjadi pertimbangan dalam membuat suatu kebijakan nasional, karena area seorang Mendikbud tidak hanya mencakup 1-2 kecamatan, melainkan seluruh daerah di Indonesia tanpa terkecuali. Sekolah bukan pabrik dan juga bukan penjara!!"
Komentar pendukung lainnya datang dari Astrid Ariani Wijana, Indonesia. Ia mengatakan, "Sekolah full day tidak akan menjamin karakter anak yang lebih baik karena yg membentuk karakter anak bukan hanya sekolah tapi juga interaksi dengan orang tua dan lingkungan sekitar. Pendidikan dasar seharusnya berimbang."
Terimakasih Mendikbud
Di tempat berbeda, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menanggapi petisi itu. Ia menyampaikan terimakasih atas lahirnya petisi penolakan atas wacana yang disampaikannya.
"Saya justru kalau orang diberitahu langsung terima malah curiga," ujar Muhadjir Effendy di Jakarta, Selasa (9/8/2016).
"Saya juga senang kalau ide itu diuji dulu. Malah saya tidak punya beban. Mau petisi 10 ribu juga tidak apa-apa. Senang saya," katanya.
"Saya terima kasih kepada masyarakat. Bila ini bisa dilanjutkan, mana yang bisa dilanjutkan atau tidak. Ini saya lakukan demi kepentingan bangsa ini. Ini sebagai perintah dari Presiden, ini bukan mengada-ada," lanjutnya.
Berikut petikan petisi yang dialamatkan kepada Presiden RI, Mendikbud dan Orang Tua Murid oleh Deddy Mahyarto Kresnoputro"
Belum selesai kita membenahi masalah kurikulum yang kerap kali diacak-acak, sekarang muncul wacana untuk Anak Sekolah Sehari Penuh, dengan alasan pendidikan dasar saat ini tidak siap menghadapi perubahan jaman yang begitu pesat. Semoga bapak-bapak dan ibu-ibu tahu bahwa tren sekolah di negara-negara maju saat ini adalah less school time, no homework, more about character building.
Alasan lain dari Mendikbud adalah untuk mencegah hal-hal negatif yang bisa didapat oleh anak di luar sekolah, salah satunya adalah dengan memberi kelas agama, dibandingkan dengan belajar agama di luar sekolah yang mungkin bisa terjerumus ke arah ekstrimis. Terima kasih atas concernnya bapak, tapi kalau hal ini yang perlu belajar adalah orang tuanya, untuk mengarahkan anak agar tidak terjerumus ke hal-hal yang bersifat negatif.
Seseorang bernama Kang Hasan, katanya seorang guru, menulis di http://abdurakhman.com/sekolah-sehari-penuh-merampas-interaksi-anak-orang-tua/ menggambarkan keadaan ini seperti melepas tanggung jawab orang tua terhadap anak-anaknya ke sekolah, merenggut interaksi antara anak dengan orang tua.source
Pemerhati pendidikan lain menganggap bahwa homeschooling menjadi pilihan yang paling tepat dibandingkan mengirimkan anak-anak ke "pabrik" pendidikan yang bernama sekolah sehari penuh.
Semoga dengan mengisi petisi ini kita bisa membuat para pembuat kebijakan sadar bahwa pilihan ini justru berbahaya, dan mendorong kita para orang tua dan praktisi pendidikan untuk dapat mencari solusi terbaik bagi anak2 kita di jangka pendek dan bagi kemajuan Bangsa Indonesia di jangka panjang.
Salam,
Deddy MK
Orang Tua Murid
Petisi tersebut tertuang dalam situs change.org.
Petisi bertuliskan 'Tolak Pendidikan "Full Day/Seharian Penuh di Indonesia" dibuat oleh Deddy Mahyarto Kresnoputro.
Selasa (9/8/2016) pukul 18:52 WIB, dukungan petisi mencapai 27.211 pendukung yang menandatangani petisi online tersebut.
Dengan jumlah itu, kini masih perlu 7.789 untuk mencapai 35.000 orang yang menandatangani petisi ini.
Dalam petisi itu tertulis jelas tujuannya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dan orang tua murid.
Dalam Petisinya juga terdapat tiga komentar pendukung, yakni dari Afri Saragih, di Bekasi.
Ia menuliskan komentarnya:
"Sekolah full day hanya merampas kemerdekaan anak-anak. Sudah terbukti bertahun-tahun sistem pendidikan yg hanya fokus pada angka, hanya menghasilkan manusia manusia tidak kreatif! Membuat orang dewasa kekanak kanakan! Kembalikan hak hak anak! Keluarga adalah pendidikan yg utama! Kembalikan keceriaan masa anak anak Indonesia! Jangan "penjarakan" anak2 didalam satu gedung bernama SEKOLAH! Karena belajar itu sepanjang masa BUKAN selama disekolah!! Alam raya adalah sekolah yang sebenarnya!"
Karina Adistiana, Indonesia juga menyertakan komentarnya di dalam petisi "Tolak Pendidikan "Full Day"/Sehari Penuh di Indonesia".
"Peran orangtua & keluarga sebagai teladan utama dalam pendidikan karakter tidak bisa seenaknya diambil alih oleh sekolah. Pendidikan bermasyarakat juga terancam ketika anak menghabiskan lebih banyak waktu di sekolah. Data dan keberagaman di Indonesia perlu menjadi pertimbangan dalam membuat suatu kebijakan nasional, karena area seorang Mendikbud tidak hanya mencakup 1-2 kecamatan, melainkan seluruh daerah di Indonesia tanpa terkecuali. Sekolah bukan pabrik dan juga bukan penjara!!"
Komentar pendukung lainnya datang dari Astrid Ariani Wijana, Indonesia. Ia mengatakan, "Sekolah full day tidak akan menjamin karakter anak yang lebih baik karena yg membentuk karakter anak bukan hanya sekolah tapi juga interaksi dengan orang tua dan lingkungan sekitar. Pendidikan dasar seharusnya berimbang."
Terimakasih Mendikbud
Di tempat berbeda, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menanggapi petisi itu. Ia menyampaikan terimakasih atas lahirnya petisi penolakan atas wacana yang disampaikannya.
"Saya justru kalau orang diberitahu langsung terima malah curiga," ujar Muhadjir Effendy di Jakarta, Selasa (9/8/2016).
"Saya juga senang kalau ide itu diuji dulu. Malah saya tidak punya beban. Mau petisi 10 ribu juga tidak apa-apa. Senang saya," katanya.
"Saya terima kasih kepada masyarakat. Bila ini bisa dilanjutkan, mana yang bisa dilanjutkan atau tidak. Ini saya lakukan demi kepentingan bangsa ini. Ini sebagai perintah dari Presiden, ini bukan mengada-ada," lanjutnya.
Berikut petikan petisi yang dialamatkan kepada Presiden RI, Mendikbud dan Orang Tua Murid oleh Deddy Mahyarto Kresnoputro"
Belum selesai kita membenahi masalah kurikulum yang kerap kali diacak-acak, sekarang muncul wacana untuk Anak Sekolah Sehari Penuh, dengan alasan pendidikan dasar saat ini tidak siap menghadapi perubahan jaman yang begitu pesat. Semoga bapak-bapak dan ibu-ibu tahu bahwa tren sekolah di negara-negara maju saat ini adalah less school time, no homework, more about character building.
Alasan lain dari Mendikbud adalah untuk mencegah hal-hal negatif yang bisa didapat oleh anak di luar sekolah, salah satunya adalah dengan memberi kelas agama, dibandingkan dengan belajar agama di luar sekolah yang mungkin bisa terjerumus ke arah ekstrimis. Terima kasih atas concernnya bapak, tapi kalau hal ini yang perlu belajar adalah orang tuanya, untuk mengarahkan anak agar tidak terjerumus ke hal-hal yang bersifat negatif.
Seseorang bernama Kang Hasan, katanya seorang guru, menulis di http://abdurakhman.com/sekolah-sehari-penuh-merampas-interaksi-anak-orang-tua/ menggambarkan keadaan ini seperti melepas tanggung jawab orang tua terhadap anak-anaknya ke sekolah, merenggut interaksi antara anak dengan orang tua.source
Pemerhati pendidikan lain menganggap bahwa homeschooling menjadi pilihan yang paling tepat dibandingkan mengirimkan anak-anak ke "pabrik" pendidikan yang bernama sekolah sehari penuh.
Semoga dengan mengisi petisi ini kita bisa membuat para pembuat kebijakan sadar bahwa pilihan ini justru berbahaya, dan mendorong kita para orang tua dan praktisi pendidikan untuk dapat mencari solusi terbaik bagi anak2 kita di jangka pendek dan bagi kemajuan Bangsa Indonesia di jangka panjang.
Salam,
Deddy MK
Orang Tua Murid