Breaking News
Loading...
Loading...
Nov 9, 2010

Air Force One, The Flying White House 3

JAKARTA- Kedatangan Presiden Amerika Serikat ke suatu negara sering kali identik dengan hadirnya pesawat canggih Boeing CV-25 yang dengan Presiden AS di dalamnya akan disebut sebagai Air Force One. Mengenai pesawat tersebut, berikut salah satu artikel dari majalah Commando mengenai "Gedung Putih Terbang" tersebut.

Mendesain pesawat yang nyaman bagi presiden hanya terdengar omong kosong bila melupakan satu frase lainnya: aman. Sebagai Gedung Putih terbang, pesawat yang memiliki 57 antena dan kabel sepanjang 257 mil ini dilengkapi berbagai sistem pertahanan yang dirahasiakan spesifikasinya. Dari hal yang paling mendasar, sistem kabel (wiring) di dalam Air Force One tidak menggunakan kabel tembaga dan chip komputer biasa. Keberadaannya digantikan kabel fiber optik dan chip berbahan gallium arsenide yang tahan gelombang EMP.

Untuk menghadapi ancaman lebih nyata dibanding ancaman ledakan nuklir seperti rudal antipesawat, AF 1 dilengkapi dispenser flare dan chaff, cukup untuk membutakan rudal pencari infra merah atau radar. Akan tetapi, sebenarnya sistem pertahanan utama antimisil tidak sekadar bertumpu pada chaff dan flare. Maklum, dengan tubuh gambot sudah tentu emisi panas pesawatnya luar biasa. Sekali rudal meluncur, AF 1 yang besar dan berat tentu tak bisa leluasa bermanuver menghindar layaknya jet tempur. Salah-salah, panasnya flare masih kalah dari panas gas buang mesin GE CF6, yang merupakan mesin turbofan dengan output daya dorong terbesar di dunia (sebelum Trent 9001ahir).

Jawaban atas ancaman tersebut terletak pada sistem jammer AN/ ALQ-204 Matador IRCM (Infra Red Counter Measure) buatan British Aerospace. Begitu dinyalakan saat hendak take-off Matador bisa beroperasi secara otomatis tanpa operator. Sistemnya mengirimkan begitu banyak sinyal palsu untuk mengecoh rudal berpemandu IR, dan bisa beroperasi di tengah interferensi jammer lawan berkat filter elektromagnetik. Tak tanggung-tanggung, satu VC-25 dipasangi lima sistem Matador sekaligus. Pemasangan dilakukan di bagian belakang pangkal tiap pylon mesin, sehingga optimal untuk membantu mengecoh panasnya emisi gas buang dari nacelle CF-6. Satu sistem Matador terakhir dipasang di atas tail exhaust port, tempat APU (Auxillary Power Unit) VC-25 berada. Keberadaanya mudah dideteksi, cukup cari dua lensa berwarna hijau di pangkal pylon, dan itulah Matador.



Pertahanan organik di dalam AF 1 bertumpu pada satu regu Air Force One Security Details. Terdiri dari personel AU AS. Mereka berlatih ilmu pertempuran jarak dekat dan membawa pistol M9 9mm sebagai sarana bela diri standar. Bila diperlukan, ada beberapa titik penyimpanan senjata rahasia di AF 1 yang berisi SMG atau senapan serbu. Di atas AF 1, AF ISD adalah otoritas yang berwenang dalam menghadapi insiden udara, namun tanggungjawab atas keselamatan presiden masih tetap berada di tangan US Secret Service. Dari posisi kabin mereka yang tepat berada di depan kabin pers dan penumpang lainnya yang diizinkan ikut, jelas bahwa mereka berfungsi sebagai air marshal dan lapisan pertahanan terluar bagi presiden saat berada di atas AF 1.

Kelemahan masa depan

Jika melirik AF 1, decak kagum sudah tentu tiada habisnya. Anggun sekaligus perkasa, sudah pasti AF 1 merupakan pionir berbagai pesawat kepresidenan yang ada di seluruh dunia. Tidak satu pun pesawat di kelasnya yang bisa mengalahkan Air Force One. Pesawat para sheik Arab bisa mengalahkan kemewahannya, tapi tidak untuk sistem komunikasi, proteksi, dan kemisteriusan yang menyelubunginya.

Betapapun, ujian zaman akhirnya membuktikan kelemahan AF I. Peristiwa 11 September 2001 membuktikan bahwa terbatasnya sistem komunikasi AF 1 nyaris berujung pada hilangnya kepercayaan publik pada sistem pemerintahan AS. Presiden Bush yang frustasi tidak bisa menyiarkan keberadaannya di atas AF 1, dan harus transit di Offutt terlebih dahulu untuk menyiarkan pidatonya. Hal kedua yang menjadi perhatian, adalah penggantian VC-25 sebagai pesawat kepresidenan. Tak bisa dipungkiri, umur airframe pesawat yang menua akhirnya akan membatasi umur pengabdian VC-25.

Biarpun peralatan VC-25 luar biasa -- apabila ada satu komponen di mesin CF-6 yang rusak, prosedur tetap dari 89`" Airlift Wing yang memayungi VC-25 adalah mengganti satu mesin secara keseluruhan -- umur airframe akan tetap dibatasi oleh kelelahan logam. Masalahnya, mencari pesawat pengganti bukan hal mudah. Satu-satunya pesaing dari Jumbo Jet, yaitu A380, kemungkinan besar tak akan dipilih karena produk luar dan tidak melambangkan kedigdayaan Amerika. Apalagi, tidak semua runway di dunia siap didarati A380.

Menggunakan pesawat bermesin dua seperti B777ER atau B787 yang walaupun bisa terbang lintas benua, tampaknya juga akan ditolak US Secret Service karena kemampuan satu mesin untuk membawa pesawat terbang dalam kondisi darurat juga diragukan keandalannya. Satu-satunya jalan, kembali melirik pesawat sejenis, mungkin 747XQLR, namun dengan sistem kontrol analog untuk menahan serangan EMP. Yang jelas, Gedung Putih harus benar-benar memperhitungkan biaya pengadaan Air Force One yang baru. Pengadaan VC-25 terhitung efisien dan tepat waktu, hanya memakan 650 juta dolar untuk dua pesawat, dibanding 1 miliar dolar yang dikucurkan untuk proyek helikopter Kestrel Marine One yang berujung entah di mana.

0 Leave Your Comment :

Post a Comment

Thanks you for your visit please leave your Comment

Back To Top