Wow Digoyang Gigolo, Tante Girang Makin Kegirangan
Seputar Dunia Gigolo -
Saya gigolo melayani semua wanita dan pasutri. Bersih, jaga privacy,
sabar, sopan, hangat, sawo matang, cakep, atletis, multi orgasme,
strong, 167 cm, 67 kg, 17/5 cm (panjang/diameter Mr.P-red). Dijamin
service sangat memuaskan. Hubungi (sms dulu) Reind (nama disamarkan)
Jakarta 02136663xxx, langsung conect dengan saya tanpa perantara atau
email blackbaby63@yahoo.co.id (e-mail disamarkan). No private number dan
gays. Foto dan Fb akan saya kirimkan bagi yang berminat. Dijamin 100
persen.
Itulah isi satu dari ribuan iklan yang menyediakan jasa gigolo. Tak tanggung-tanggung, bisnis syahwat ini diminati oleh para tante-tante, cewek bahkan para lelaki. Dari istri pengusaha, direktur, bahkan istri para pejabat. Makin merebaknya bisnis syahwat tersebut via online, makin memberi variasi pilihan para “tante-tante girang” untuk mendapatkan kepuasan birahi.
Modusnya sederhana, setelah mendapat calon gigolo di dunia maya, maka “wanita nakal” ini langsung menghubungi nomor telepon yang tertera, dan bagi yang masih malu-malu untuk urusan ranjang, disertakan alamat e-mail sebagai cara komunikasi. Tidak hanya itu, bisnis haram ini sudah marak di situs jejaring sosial, bahkan tiap daerah memiliki club gigolo tersendiri, sebut saja club gigolo top Jakarta.
Tidak hanya sekedar menjajakan seks, tapi para GM, sebutan untuk germo yang mengurus gigolo, ini juga membuka kesempatan berkarier bagi para pria yang membutuhkan kepuasan sekaligus medapatkan sejumlah uang. Berikut salah satu bentuk “lowongan kerja” gigolo yang saya dapat di dunia maya:
Dicari Pria 17-35 tahun untuk jadi gigolo istri pejabat.
Kirim lamaran anda ke : royandrea.jr@gmail.com (alamat e-mail disamarkan).
Dari isi lowongan kerja diatas, saya sendiri masih bingung. Sehat jasmani memang harus, tapi kalau sehat rohani itu buat apa ya? Memangnya ada ya gigolo yang sehat rohani? Tapi sampai sekarang, brondonglah, yang masih jadi primadona. Bahkan ketampanan adalah kunci sukses lakunya “dagangan”.
Penelusuran saya pun berlanjut, saya coba bergabung di salah situs gigolo dan salah satu situs “tante girang” yang ada di Indonesia, untuk mendapat informasi yang lebih akurat. Tidak cukup 3 hari, saya pun mendapat “orderan” via e-mail. Tanpa melewatkan kesempatan, saya pergunakan momen spesial ini untuk mendapat sejumlah informasi.
Dea (40), sebut saja begitu, wanita paruh baya ini baru menikmati masa-masa “puber” takkala suaminya sibuk dengan urusan kerja. Di akuinya, bahwa jajan gigolo merupakan salah satu cara bagi dia untuk mendapat kepuasan biologis. Awalnya cuma iseng-iseng browsing dunia maya, hingga asal klik link yang ada. Ketika pertama kali menemukan iklan gigolo, dia sempat ragu dengan iming-iming para gigolo yang mampu memberikan kepuasan ranjang, akhirnya dia sendiri membuktikan pada seorang gigolo. Kepuasan pun didapat Dea.
Tak tanggung-tanggung dia berani mengeluarkan kocek minimal 1 juta hanya untuk memuaskan hasrat birahinya. Tidak sampai disitu, istri pengusaha ini mulai mempromosikan kepuasan seksnya kepada teman-teman sepermainanya yang notabene juga adalah para istri yang jarang “dibelai” para suami. Obrolan kita pun berlanjut, wanita ini pun mengakui bahwa dia rutin “jajan” diluar 4 kali seminggu. Bagi ibu 2 anak ini, dia nekad banyak jajan diluar karena suaminya sendiri tidak mampu memberi kepuasan di ranjang.
Diakuinya juga bila suaminya sendiri memiliki simpanan diluar bahkan sering bermain dengan pekerja seks komersial (PSK) bila sang suami tugas diluar kota. Malu dengan perceraian, si Dea pun lebih memilih bermain dengan gigolo sekaligus bentuk balas dendam.
Setelah banyak ngobrol, wanita ini akhirnya langsung menanyakan tarif yang saya minta. Bingung mau menjawab apa, akhirnya saya sendiri menyuruh wanita itu untuk menetapkan tarif sendiri. Dia pun berkata “melihat wajah mas, sepertinya oke juga. Bagaimana bila saya bayar 850 ribu?”. Saya pun kaget, hanya dalam hitungan jam saya bisa mendapat uang sebanyak itu, tidak heran banyak para gigolo begitu “ulet” dalam bekerja di dunia syahwat. Akhirnya saya bertanya mengenai tempat, tak menunggu lama wanita itu pun menyebut nama salah satu hotel bintang 4 di Jakarta. Banyak mendapat informasi, saya pun memilih mengakhiri perbincangan dengan dalil “pikir-pikir dulu”.
Dilihat dari kacamata hukum dan agama, jelas menjadi gigolo adalah sesuatu yang sangat salah. Namun, tekanan ekonomi dan kenikmatan seks, menjadi bahan pertimbangan sendiri para gigolo ini untuk membenarkan pekerjaannya. Tidak hanya itu, banyak pria memilih bisnis syahwat tersebut, akibat trend yang berlaku.
Bagaimana tidak, dengan melihat banyaknya para gigolo yang menjamur dikota besar bahkan di kota kecil tidak heran para pria ini menjadi “latah” untuk menekuni bisnis haram tersebut. Gigolo sendiri dalam masyarakat ada dua, ada gigolo yang terorganisris rapi dan ada yang bekerja secara independent.
Yang terorganisir inilah yang tidak secara terbuka mempromosikan kejantanan. Beda dengan yang independent, mereka lebih memilih berpromosi secara terbuka, baik di situs iklan bahkan ke situs-situs yang menyediakan jasa “esek-esek”. Dengan tarif yang dipatok seharga 500 ribu hingga 2 juta plus beberapa fasilitas manja dari para “tante girang”, tidak heran bila para gigolo ini lebih memilih “ulet” menjadi gigolo, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Masalah penyakit kelamin, biasanya para gigolo ini sudah paham. Mungkin karena rata-rata pelanggannya adalah para istri pengusaha dan pejabat, sehingga mereka sendiri masih takut untuk tidak memakai pengaman.
Inilah salah satu fenomena “liar” yang mulai merambah ke dunia maya. Kita tidak bisa menampik, bahwa ekonomi masih menjadi motif seseorang untuk nekad mengambil jalan sesat. Tapi harus juga di ingat, para gigolo ada karena yang membutuhkan ada. sumber: tribunnews.com
Richard Gere dan Lauren Hutton saat premier film American Gigolo tahun 1980. -IST |
Itulah isi satu dari ribuan iklan yang menyediakan jasa gigolo. Tak tanggung-tanggung, bisnis syahwat ini diminati oleh para tante-tante, cewek bahkan para lelaki. Dari istri pengusaha, direktur, bahkan istri para pejabat. Makin merebaknya bisnis syahwat tersebut via online, makin memberi variasi pilihan para “tante-tante girang” untuk mendapatkan kepuasan birahi.
Modusnya sederhana, setelah mendapat calon gigolo di dunia maya, maka “wanita nakal” ini langsung menghubungi nomor telepon yang tertera, dan bagi yang masih malu-malu untuk urusan ranjang, disertakan alamat e-mail sebagai cara komunikasi. Tidak hanya itu, bisnis haram ini sudah marak di situs jejaring sosial, bahkan tiap daerah memiliki club gigolo tersendiri, sebut saja club gigolo top Jakarta.
Tidak hanya sekedar menjajakan seks, tapi para GM, sebutan untuk germo yang mengurus gigolo, ini juga membuka kesempatan berkarier bagi para pria yang membutuhkan kepuasan sekaligus medapatkan sejumlah uang. Berikut salah satu bentuk “lowongan kerja” gigolo yang saya dapat di dunia maya:
Dicari Pria 17-35 tahun untuk jadi gigolo istri pejabat.
Jika anda pria berusia max 35 tahun, syukur-syukur masih belasan
tahun, sehat jasmani dan rohani. Daftarkan diri anda untuk menjadi pria
simpanan para istri pejabat.
Syarat-syarat:
1. Sehat jasmani dan rohani.
2. Pas foto 3×4 (dalam format digital/scan)
3. KTP (dalam format digital/scan)
4. Spesifikasi (Mr.P) ukuran (panjang+diameter)
5. Foto Mr.P
6. Profile/data pribadi.
Kirim lamaran anda ke : royandrea.jr@gmail.com (alamat e-mail disamarkan).
Dari isi lowongan kerja diatas, saya sendiri masih bingung. Sehat jasmani memang harus, tapi kalau sehat rohani itu buat apa ya? Memangnya ada ya gigolo yang sehat rohani? Tapi sampai sekarang, brondonglah, yang masih jadi primadona. Bahkan ketampanan adalah kunci sukses lakunya “dagangan”.
Penelusuran saya pun berlanjut, saya coba bergabung di salah situs gigolo dan salah satu situs “tante girang” yang ada di Indonesia, untuk mendapat informasi yang lebih akurat. Tidak cukup 3 hari, saya pun mendapat “orderan” via e-mail. Tanpa melewatkan kesempatan, saya pergunakan momen spesial ini untuk mendapat sejumlah informasi.
Dea (40), sebut saja begitu, wanita paruh baya ini baru menikmati masa-masa “puber” takkala suaminya sibuk dengan urusan kerja. Di akuinya, bahwa jajan gigolo merupakan salah satu cara bagi dia untuk mendapat kepuasan biologis. Awalnya cuma iseng-iseng browsing dunia maya, hingga asal klik link yang ada. Ketika pertama kali menemukan iklan gigolo, dia sempat ragu dengan iming-iming para gigolo yang mampu memberikan kepuasan ranjang, akhirnya dia sendiri membuktikan pada seorang gigolo. Kepuasan pun didapat Dea.
Tak tanggung-tanggung dia berani mengeluarkan kocek minimal 1 juta hanya untuk memuaskan hasrat birahinya. Tidak sampai disitu, istri pengusaha ini mulai mempromosikan kepuasan seksnya kepada teman-teman sepermainanya yang notabene juga adalah para istri yang jarang “dibelai” para suami. Obrolan kita pun berlanjut, wanita ini pun mengakui bahwa dia rutin “jajan” diluar 4 kali seminggu. Bagi ibu 2 anak ini, dia nekad banyak jajan diluar karena suaminya sendiri tidak mampu memberi kepuasan di ranjang.
Diakuinya juga bila suaminya sendiri memiliki simpanan diluar bahkan sering bermain dengan pekerja seks komersial (PSK) bila sang suami tugas diluar kota. Malu dengan perceraian, si Dea pun lebih memilih bermain dengan gigolo sekaligus bentuk balas dendam.
Setelah banyak ngobrol, wanita ini akhirnya langsung menanyakan tarif yang saya minta. Bingung mau menjawab apa, akhirnya saya sendiri menyuruh wanita itu untuk menetapkan tarif sendiri. Dia pun berkata “melihat wajah mas, sepertinya oke juga. Bagaimana bila saya bayar 850 ribu?”. Saya pun kaget, hanya dalam hitungan jam saya bisa mendapat uang sebanyak itu, tidak heran banyak para gigolo begitu “ulet” dalam bekerja di dunia syahwat. Akhirnya saya bertanya mengenai tempat, tak menunggu lama wanita itu pun menyebut nama salah satu hotel bintang 4 di Jakarta. Banyak mendapat informasi, saya pun memilih mengakhiri perbincangan dengan dalil “pikir-pikir dulu”.
Dilihat dari kacamata hukum dan agama, jelas menjadi gigolo adalah sesuatu yang sangat salah. Namun, tekanan ekonomi dan kenikmatan seks, menjadi bahan pertimbangan sendiri para gigolo ini untuk membenarkan pekerjaannya. Tidak hanya itu, banyak pria memilih bisnis syahwat tersebut, akibat trend yang berlaku.
Bagaimana tidak, dengan melihat banyaknya para gigolo yang menjamur dikota besar bahkan di kota kecil tidak heran para pria ini menjadi “latah” untuk menekuni bisnis haram tersebut. Gigolo sendiri dalam masyarakat ada dua, ada gigolo yang terorganisris rapi dan ada yang bekerja secara independent.
Yang terorganisir inilah yang tidak secara terbuka mempromosikan kejantanan. Beda dengan yang independent, mereka lebih memilih berpromosi secara terbuka, baik di situs iklan bahkan ke situs-situs yang menyediakan jasa “esek-esek”. Dengan tarif yang dipatok seharga 500 ribu hingga 2 juta plus beberapa fasilitas manja dari para “tante girang”, tidak heran bila para gigolo ini lebih memilih “ulet” menjadi gigolo, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Masalah penyakit kelamin, biasanya para gigolo ini sudah paham. Mungkin karena rata-rata pelanggannya adalah para istri pengusaha dan pejabat, sehingga mereka sendiri masih takut untuk tidak memakai pengaman.
Inilah salah satu fenomena “liar” yang mulai merambah ke dunia maya. Kita tidak bisa menampik, bahwa ekonomi masih menjadi motif seseorang untuk nekad mengambil jalan sesat. Tapi harus juga di ingat, para gigolo ada karena yang membutuhkan ada. sumber: tribunnews.com
0 Leave Your Comment :
Post a Comment
Thanks you for your visit please leave your Comment