5 Cara Perubahan Radikal Dunia
Dalam hal evolusi, spesies Homo Sapiens termasuk sangat sukses. Namun kini, para ahli mengungkap ada beberapa cara yang mampu mengubah dunia secara radikal. Apa saja?
Saat ini, populasi spesies lain yang diposisikan serupa manusia dalam rantai makanan cenderung mencapai titik maksimal di 20 juta. Sebaliknya, manusia butuh 120 ribu tahun untuk mencapai jumlah anggota satu miliar pertama.
Kemudian, butuh 206 tahun untuk menambahkan enam miliar anggota baru. Menurut Divisi Populasi PBB, populasi dunia akan mencapai tujuh miliar pada 31 Oktober. Meski tingkat kesuburan mulai menurun di Bumi, manusia masih diproyeksikan mencapai angka sembilan miliar pada pertengahan abad dan mencapai 10 miliar penduduk pada 2100.
Pertemuan panel akademik di Earth Institute Columbia University yang membahas dampak ledakan populasi manusia, termasuk caranya mengubah wajah Bumi pada abad ini menghasilkan lima kejadian radikal yang akan terjadi. Apa saja?
Pergeseran Manusia
Saat ini, China terkenal sebagai negara paling berpopulasi di dunia dan sebaliknya Afrika tak terlalu berpopulasi. Fakta ini akan segera berubah. China memberlakukan kebijakan satu anak cukup dengan ketat sedangkan di Afrika, rata-rata wanita melahirkan tujuh anak.
Menurut ahli biologi populasi Joel Cohen dari Columbia University, populasi India akan melebihi China pada 2020 dan populasi Afrika akan melebihi India pada 2040. “Pada 1950, ada tiga orang Eropa di Afrika. Pada 2100, akan ada lima orang Afrika di tiap Eropa. Rasio ini mencapai 15 kali lipat. Bayangkan dampaknya secara geopolitik dan migrasi internasional,” katanya.
Menurut mantan sekretaris Jenderal PBB Jean-Marie Guehenno, migrasi dari Afrika ke Eropa akan memberi tantangan di masa depan. “15% warga Afrika tak bersekolah dan hal ini bisa dianggap sebagai ancaman,” katanya.
Urbanisasi
Secara global, jumlah warga kota mulai melampaui jumlah warga pedesaan dalam dua tahun terakhir. Kecenderungan ini akan terus berlanjut. Menurut Cohen, jumlah orang yang tinggal di kota akan naik dari 3,5 miliar menjadi 6,3 miliar pada 2050. Tingkat urbanisasi ini setara ‘pembangunan kota dengan sejuta orang tiap lima hari dari sekarang hingga 40 tahun mendatang,’ katanya.
Kota-kota yang sudah ada cenderung membalon. Guehenno berpendapat, kota besar akan menjadi kacau. “Urbanisasi akan mengubah wajah konflik secara besar-besaran. Ada beragam mekanisme resolusi konflik tradisional. Tak semua solusi ini bagus, solusi ini menciptakan semacam ekuilibrium stabil,”katanya.
Kota-kota besar seperti Afrika tempat dinamika tak lagi dikendalikan, orang mulai menuju pada konflik jenis baru dan kami belum benar-benar memikirkan implikasinya, lanjutnya.
Perang Air
Tak hanya populasi manusia yang meledak dalam dua abad ini. Konsumsi sumber daya tiap orang juga mengalami hal sama terutama Negara industry yang tumbuh secara eksponen. Ilmuwan berpendapat, kelangkaan sumber daya akan mengakibatkan eskalasi konflik di abad ini dan akan memperlebar jarak antara si kaya dan si miskin.
Menurut ekonom dan direktur Earth Institute Jeffrey Sachs, tak ada sumber daya yang lebih penting dari air karena perubahan iklim yang makin cepat membuat air berada pada titik krisis. Di Afrika, populasi Somalia naik lima kali lipat dan saat ini sedang terjadi kelaparan disana setelah dua tahun tak ada hujan turun dan ada potensi hal ini berlangsung untuk jangka waktu lama, katanya.
“Seiring tumbuhnya populasi, jumlah air tiap orang makin sedikit. Di sisi lain, jarak si kaya dan si miskin yang makin lebar membuat hal ini menguntungkan bagi si kaya. Si kaya akan menguasai air. Hal ini akan menciptakan tantangan baru serta konflik kelas,” paparnya.
Energi Masa Depan
Saat ini, tak ada cukup energi dari bahan bakar fosil untuk mempertahankan 10 miliar orang. Artinya, manusia akan dipaksa beralih ke sumber energi baru sebelum akhir abad ini. Namun hingga kini, sumber baru itu masih menjadi misteri.
“Energi merupakan sumber daya dasar di segala hal. Teknologi sendiri tak cukup siap memecahkan masalah ini. kita sudah mengetahui ada banyak energi di matahari, nuklir dan karon selama 100-200 tahun. namun tak ada teknologi yang siap menanganinya,” papar direktur Lenfest Center for Sustainable Energy Klaus Lackner.
Energi matahari terkendala biaya yang masih sangat mahal. Teknologi penyimpanan karbon yang mencegah karbon dioksida dan gas rumah kaca ‘melarikan diri’ ke atmosfer masih dalam bentuk rancangan. Terakhir, energi nuklir sudah tak bisa diharapkan mengacu pada pada bencana nuklir di Fukushima, Jepang, awal tahun ini.
Tingkatnya, ada dua kemungkinan masa depan. Yakni muncul sumber energi baru atau teknologi akan gagal dan membuat manusia menghadapi krisis energi utama.
Kepunahan Massal
Seiring penyebaran manusia, ruang gerak makin berkurang untuk manusia dan spesies lain. “Ada bukti kuat kita berada di kepunahan spesies massal keenam di sejarah Bumi karena jumlah spesies manusia yang mencapai tujuh miliar,” kata Sachs.
Selain kurangnya lahan dan sumber daya yang tersisa untuk spesies lain, manusia memicu perubahan cepat pada iklim global di mana banyak yang tak bisa mengatasi. Beberapa ahli biologi yakin, dengan tingkat kepunahan saat ini, 75% spesies di planet ini akan menghilang dalam 300-2.000 tahun mendatang.[mdr]sumber:inilah.com
depsos |
Saat ini, populasi spesies lain yang diposisikan serupa manusia dalam rantai makanan cenderung mencapai titik maksimal di 20 juta. Sebaliknya, manusia butuh 120 ribu tahun untuk mencapai jumlah anggota satu miliar pertama.
Kemudian, butuh 206 tahun untuk menambahkan enam miliar anggota baru. Menurut Divisi Populasi PBB, populasi dunia akan mencapai tujuh miliar pada 31 Oktober. Meski tingkat kesuburan mulai menurun di Bumi, manusia masih diproyeksikan mencapai angka sembilan miliar pada pertengahan abad dan mencapai 10 miliar penduduk pada 2100.
Pertemuan panel akademik di Earth Institute Columbia University yang membahas dampak ledakan populasi manusia, termasuk caranya mengubah wajah Bumi pada abad ini menghasilkan lima kejadian radikal yang akan terjadi. Apa saja?
Pergeseran Manusia
Saat ini, China terkenal sebagai negara paling berpopulasi di dunia dan sebaliknya Afrika tak terlalu berpopulasi. Fakta ini akan segera berubah. China memberlakukan kebijakan satu anak cukup dengan ketat sedangkan di Afrika, rata-rata wanita melahirkan tujuh anak.
Menurut ahli biologi populasi Joel Cohen dari Columbia University, populasi India akan melebihi China pada 2020 dan populasi Afrika akan melebihi India pada 2040. “Pada 1950, ada tiga orang Eropa di Afrika. Pada 2100, akan ada lima orang Afrika di tiap Eropa. Rasio ini mencapai 15 kali lipat. Bayangkan dampaknya secara geopolitik dan migrasi internasional,” katanya.
Menurut mantan sekretaris Jenderal PBB Jean-Marie Guehenno, migrasi dari Afrika ke Eropa akan memberi tantangan di masa depan. “15% warga Afrika tak bersekolah dan hal ini bisa dianggap sebagai ancaman,” katanya.
Urbanisasi
Secara global, jumlah warga kota mulai melampaui jumlah warga pedesaan dalam dua tahun terakhir. Kecenderungan ini akan terus berlanjut. Menurut Cohen, jumlah orang yang tinggal di kota akan naik dari 3,5 miliar menjadi 6,3 miliar pada 2050. Tingkat urbanisasi ini setara ‘pembangunan kota dengan sejuta orang tiap lima hari dari sekarang hingga 40 tahun mendatang,’ katanya.
Kota-kota yang sudah ada cenderung membalon. Guehenno berpendapat, kota besar akan menjadi kacau. “Urbanisasi akan mengubah wajah konflik secara besar-besaran. Ada beragam mekanisme resolusi konflik tradisional. Tak semua solusi ini bagus, solusi ini menciptakan semacam ekuilibrium stabil,”katanya.
Kota-kota besar seperti Afrika tempat dinamika tak lagi dikendalikan, orang mulai menuju pada konflik jenis baru dan kami belum benar-benar memikirkan implikasinya, lanjutnya.
Perang Air
Tak hanya populasi manusia yang meledak dalam dua abad ini. Konsumsi sumber daya tiap orang juga mengalami hal sama terutama Negara industry yang tumbuh secara eksponen. Ilmuwan berpendapat, kelangkaan sumber daya akan mengakibatkan eskalasi konflik di abad ini dan akan memperlebar jarak antara si kaya dan si miskin.
Menurut ekonom dan direktur Earth Institute Jeffrey Sachs, tak ada sumber daya yang lebih penting dari air karena perubahan iklim yang makin cepat membuat air berada pada titik krisis. Di Afrika, populasi Somalia naik lima kali lipat dan saat ini sedang terjadi kelaparan disana setelah dua tahun tak ada hujan turun dan ada potensi hal ini berlangsung untuk jangka waktu lama, katanya.
“Seiring tumbuhnya populasi, jumlah air tiap orang makin sedikit. Di sisi lain, jarak si kaya dan si miskin yang makin lebar membuat hal ini menguntungkan bagi si kaya. Si kaya akan menguasai air. Hal ini akan menciptakan tantangan baru serta konflik kelas,” paparnya.
Energi Masa Depan
Saat ini, tak ada cukup energi dari bahan bakar fosil untuk mempertahankan 10 miliar orang. Artinya, manusia akan dipaksa beralih ke sumber energi baru sebelum akhir abad ini. Namun hingga kini, sumber baru itu masih menjadi misteri.
“Energi merupakan sumber daya dasar di segala hal. Teknologi sendiri tak cukup siap memecahkan masalah ini. kita sudah mengetahui ada banyak energi di matahari, nuklir dan karon selama 100-200 tahun. namun tak ada teknologi yang siap menanganinya,” papar direktur Lenfest Center for Sustainable Energy Klaus Lackner.
Energi matahari terkendala biaya yang masih sangat mahal. Teknologi penyimpanan karbon yang mencegah karbon dioksida dan gas rumah kaca ‘melarikan diri’ ke atmosfer masih dalam bentuk rancangan. Terakhir, energi nuklir sudah tak bisa diharapkan mengacu pada pada bencana nuklir di Fukushima, Jepang, awal tahun ini.
Tingkatnya, ada dua kemungkinan masa depan. Yakni muncul sumber energi baru atau teknologi akan gagal dan membuat manusia menghadapi krisis energi utama.
Kepunahan Massal
Seiring penyebaran manusia, ruang gerak makin berkurang untuk manusia dan spesies lain. “Ada bukti kuat kita berada di kepunahan spesies massal keenam di sejarah Bumi karena jumlah spesies manusia yang mencapai tujuh miliar,” kata Sachs.
Selain kurangnya lahan dan sumber daya yang tersisa untuk spesies lain, manusia memicu perubahan cepat pada iklim global di mana banyak yang tak bisa mengatasi. Beberapa ahli biologi yakin, dengan tingkat kepunahan saat ini, 75% spesies di planet ini akan menghilang dalam 300-2.000 tahun mendatang.[mdr]sumber:inilah.com
0 Leave Your Comment :
Post a Comment
Thanks you for your visit please leave your Comment