Kronologis Kericuhan Sidang DPRD Alor
FOCUS-GLOBAL.CO.CC-Kericuhan rapat dengar pendapat antara DPRD Alor dengan staf pemerintah dan perwakilan kontraktor di ruang sidang utama DPRD Alor, terkait proyek bencana alam tahun 2010.
Rapat yang berlangsung Jumad (4/2/2011) malam sekitar pukul 20.15 Wita itu semula berjalan aman dan lancar. Rapat diawali dengan penyampaian aspirasi perwakilan kontraktor, penjelasan pemerintah kemudian pendapat dan pertanyaan anggota Dewan kepada pemerintah.
Tetapi pada sesi jawaban pemerintah atas pernyataan dan pertanyaan anggota Dewan suasana mulai memanas. Soalnya, jawaban pemerintah yang disampaikan Bupati Alor, Drs. Simeon Th. Pally, dinilai tidak memuaskan.
Rapat dengar pendapat ini digelar menyusul surat para kontraktor di Kabupaten Alor yang mempersoalkan lelang sejumlah proyek penanggulangan bencana alam yang dikelola Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Alor dengan total pagu dana sebesar Rp 5.159.128.400.
Panitia lelang di badan ini dinilai kontraktor lokal yagn tergabung dalam Gapeksindo maupun Gapensi Kabupaten Alor menyimpang dari ketentuan dan terindikasi ada penyimpangan terhadap Keppres 80. Diduga adanya pemalsuan dokumen negara dan penyalahgunaan wewenang dalam menentukan rekanan pemenang lelang.
Karena itu, setelah melaporkan kasus ini ke aparat hukum Polres Alor, para kontraktor juga menyampaikan aspirasinya ke DPRD Alor. Rata-rata anggota Dewan meminta dokumen lelang serta data dukung lainnya sehingga bisa dikaji sesuai pengaduan masyarakat. Dengan demikian Dewan bisa melaksanakan fungsi pengawasan.
Anggota dewan juga mempertanyakan nomenklatur rehabilitasi ruas jalan Tamak-Tonte di Pantar yang menelan dana Rp 2,301 miliar, dan apa alasan panitia tidak mengundang sejumlah rekanan peserta tender dengan penawaran rendah untuk mengikuti tahapan klarifikasi.
Hal ini dianggap menyalahi aturan dan diduga ada rekanan luar daerah yang dipersiapkan pemerintah dan panitia lelang. Anggota Dewan juga mengingatkan pemerintah bahwa penentuan rekanan sebagai pemenang lelang harus benar-benar memperhatikan berbagai regulasi yang berlaku serta kemampuan kontraktor agar kualitas pekerjaan terjamin dan pekerjaan tepat waktu.
Sementara itu anggota Dewan, Marjuki Usman, sependapat dengan penjelasan pemerintah bahwa panitia telah bekerja sesuai mekanisme. Jika ada pihak yang merasa dirugikan maka silahkan menempuh jalur hukum karena kasus ini pun sudah dilaporkan ke Polres Alor. Menurut Marjuki, semua pihak harus bermain pada domain masing-masing agar tak ada yang merasa dirugikan.
Pernyataan Marjuki ini tak mendapat dukungan dari mayoritas anggota Dewan. Ketua Komisi A, Sulaiman Sings, SH menegaskan bahwa setiap aspirasi masyarakat yang masuk ke DPRD maka wajib untuk diselesaikan bersama sehingga jangan ada pernyataan yang mengerdilkan lembaga Dewan.
Menurutnya, proses hukum itu butuh waktu, tenaga, biaya bolak-balik PTUN dan menghabiskan uang jalan dari uang negara, sedangkan masyarakat tak punya biaya untuk itu.
Terkait berbagai pernyataan dan pertanyaan anggota Dewan, Ketua DPRD Alor, Markus D Mallaka, mempersilahkan Bupati Alor, Simeon Th. Pally menjawabnya. Bupati Pally menjelaskan bahwa dana penanggulangan bencana alam itu atas usulan Pemkab Alor ke pemerintah pusat melalui Badan Penanggulangan Bencana Nasional.
Dalam pemanfaatannya dialokasikan untuk penanganan bencana di sejumlah wilayah, termasuk untuk rehabilitas ruang jalan Tamak-Tonte sepanjang 3,5 kilometer senilai Rp 2,3 miliar.
Ketika bupati masih berbicara, Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Hermanto Djahamouw, langsung menginterupsi dan mengatakan jawaban bupati tak menyentuh pertanyaan yang diangkatnya, yakni nomenklatur rehabilitasi ruas jalan Tamak-Tonte di Pulau Pantar dengan dana bencana alam sebesar Rp 2,3 miliar.
Serta apa alasan panitia tidak mengundang semua rekanan, terutama para rekanan dengan penawaran terendah yang ikut tender untuk mengikuti klarifikasi.
Hermanto mengaku tahun 2010 lalu dia sudah melintasi ruas jalan Tamak-Tonte yang belum beraspal karena baru pekerjaan penggusuran. Karena itu dia mempersoalkan nomenklatur rehabilitasi yang digunakan panitia sehingga menggunakan dana bencana alam.
Hermanto dengan suara lantang minta sudah panitia menjelaskan, sebab, menurut Hermanto, bupati tidak mungkin tahu semua pelaksanaan proyek itu. Suasana menjadi tegang, sebab terjadi interupsi saat penjelasan oleh panitia oleh seorang angota DPRD.
Akibat ketegangan ini, tanpa meminta persetujuan anggota Ketua DPRD Alor, Dominggus Mallaka, mengambil palu dan menutup rapat. Wakil-wakil ketua dan anggota Dewan masih duduk di tempatnya ketika Ketua DPRD dan Bupati Alor sudah berdiri dari tempat duduknya.
Hermanto pun langsung berdiri dari tempat duduknya berjalan ke arah Ketua DPRD Alor, Markus D Mallaka, yang baru saja turun dari meja pimpinan. Hermanto dan mayoritas anggota Dewan sangat kesal karena Mallaka menutup sidang secara sepihak.
Hermanto sempat merangkul bahu Mallaka sambil menyatakan kekesalannya tetapi kemudian dilerai staf protokoler Setwan. Sementara Bupati Pally dikawal sejumlah petugas keluar dari ruang sidang Dewan.
Ajudan Bupati, Haidir Haji Dasing, sempat bersitegang dan nyaris adu jotos dengan Hermanto tapi dileraikan anggota dewan dan Staf Ahli bupati. Bupati Pally dan Mallaka langsung meninggalkan gedung Dewan. Sedangkan anggota Dewan masih bertahan di ruang sidang sembari menyatakan kekesalan mereka terhadap ketua yang menutup sidang tanpa ada keputusan
Rapat yang berlangsung Jumad (4/2/2011) malam sekitar pukul 20.15 Wita itu semula berjalan aman dan lancar. Rapat diawali dengan penyampaian aspirasi perwakilan kontraktor, penjelasan pemerintah kemudian pendapat dan pertanyaan anggota Dewan kepada pemerintah.
Tetapi pada sesi jawaban pemerintah atas pernyataan dan pertanyaan anggota Dewan suasana mulai memanas. Soalnya, jawaban pemerintah yang disampaikan Bupati Alor, Drs. Simeon Th. Pally, dinilai tidak memuaskan.
Rapat dengar pendapat ini digelar menyusul surat para kontraktor di Kabupaten Alor yang mempersoalkan lelang sejumlah proyek penanggulangan bencana alam yang dikelola Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Alor dengan total pagu dana sebesar Rp 5.159.128.400.
Panitia lelang di badan ini dinilai kontraktor lokal yagn tergabung dalam Gapeksindo maupun Gapensi Kabupaten Alor menyimpang dari ketentuan dan terindikasi ada penyimpangan terhadap Keppres 80. Diduga adanya pemalsuan dokumen negara dan penyalahgunaan wewenang dalam menentukan rekanan pemenang lelang.
Karena itu, setelah melaporkan kasus ini ke aparat hukum Polres Alor, para kontraktor juga menyampaikan aspirasinya ke DPRD Alor. Rata-rata anggota Dewan meminta dokumen lelang serta data dukung lainnya sehingga bisa dikaji sesuai pengaduan masyarakat. Dengan demikian Dewan bisa melaksanakan fungsi pengawasan.
Anggota dewan juga mempertanyakan nomenklatur rehabilitasi ruas jalan Tamak-Tonte di Pantar yang menelan dana Rp 2,301 miliar, dan apa alasan panitia tidak mengundang sejumlah rekanan peserta tender dengan penawaran rendah untuk mengikuti tahapan klarifikasi.
Hal ini dianggap menyalahi aturan dan diduga ada rekanan luar daerah yang dipersiapkan pemerintah dan panitia lelang. Anggota Dewan juga mengingatkan pemerintah bahwa penentuan rekanan sebagai pemenang lelang harus benar-benar memperhatikan berbagai regulasi yang berlaku serta kemampuan kontraktor agar kualitas pekerjaan terjamin dan pekerjaan tepat waktu.
Sementara itu anggota Dewan, Marjuki Usman, sependapat dengan penjelasan pemerintah bahwa panitia telah bekerja sesuai mekanisme. Jika ada pihak yang merasa dirugikan maka silahkan menempuh jalur hukum karena kasus ini pun sudah dilaporkan ke Polres Alor. Menurut Marjuki, semua pihak harus bermain pada domain masing-masing agar tak ada yang merasa dirugikan.
Pernyataan Marjuki ini tak mendapat dukungan dari mayoritas anggota Dewan. Ketua Komisi A, Sulaiman Sings, SH menegaskan bahwa setiap aspirasi masyarakat yang masuk ke DPRD maka wajib untuk diselesaikan bersama sehingga jangan ada pernyataan yang mengerdilkan lembaga Dewan.
Menurutnya, proses hukum itu butuh waktu, tenaga, biaya bolak-balik PTUN dan menghabiskan uang jalan dari uang negara, sedangkan masyarakat tak punya biaya untuk itu.
Terkait berbagai pernyataan dan pertanyaan anggota Dewan, Ketua DPRD Alor, Markus D Mallaka, mempersilahkan Bupati Alor, Simeon Th. Pally menjawabnya. Bupati Pally menjelaskan bahwa dana penanggulangan bencana alam itu atas usulan Pemkab Alor ke pemerintah pusat melalui Badan Penanggulangan Bencana Nasional.
Dalam pemanfaatannya dialokasikan untuk penanganan bencana di sejumlah wilayah, termasuk untuk rehabilitas ruang jalan Tamak-Tonte sepanjang 3,5 kilometer senilai Rp 2,3 miliar.
Ketika bupati masih berbicara, Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Hermanto Djahamouw, langsung menginterupsi dan mengatakan jawaban bupati tak menyentuh pertanyaan yang diangkatnya, yakni nomenklatur rehabilitasi ruas jalan Tamak-Tonte di Pulau Pantar dengan dana bencana alam sebesar Rp 2,3 miliar.
Serta apa alasan panitia tidak mengundang semua rekanan, terutama para rekanan dengan penawaran terendah yang ikut tender untuk mengikuti klarifikasi.
Hermanto mengaku tahun 2010 lalu dia sudah melintasi ruas jalan Tamak-Tonte yang belum beraspal karena baru pekerjaan penggusuran. Karena itu dia mempersoalkan nomenklatur rehabilitasi yang digunakan panitia sehingga menggunakan dana bencana alam.
Hermanto dengan suara lantang minta sudah panitia menjelaskan, sebab, menurut Hermanto, bupati tidak mungkin tahu semua pelaksanaan proyek itu. Suasana menjadi tegang, sebab terjadi interupsi saat penjelasan oleh panitia oleh seorang angota DPRD.
Akibat ketegangan ini, tanpa meminta persetujuan anggota Ketua DPRD Alor, Dominggus Mallaka, mengambil palu dan menutup rapat. Wakil-wakil ketua dan anggota Dewan masih duduk di tempatnya ketika Ketua DPRD dan Bupati Alor sudah berdiri dari tempat duduknya.
Hermanto pun langsung berdiri dari tempat duduknya berjalan ke arah Ketua DPRD Alor, Markus D Mallaka, yang baru saja turun dari meja pimpinan. Hermanto dan mayoritas anggota Dewan sangat kesal karena Mallaka menutup sidang secara sepihak.
Hermanto sempat merangkul bahu Mallaka sambil menyatakan kekesalannya tetapi kemudian dilerai staf protokoler Setwan. Sementara Bupati Pally dikawal sejumlah petugas keluar dari ruang sidang Dewan.
Ajudan Bupati, Haidir Haji Dasing, sempat bersitegang dan nyaris adu jotos dengan Hermanto tapi dileraikan anggota dewan dan Staf Ahli bupati. Bupati Pally dan Mallaka langsung meninggalkan gedung Dewan. Sedangkan anggota Dewan masih bertahan di ruang sidang sembari menyatakan kekesalan mereka terhadap ketua yang menutup sidang tanpa ada keputusan
0 Leave Your Comment :
Post a Comment
Thanks you for your visit please leave your Comment