Bantuan dari Tribun Network
FOCUS-GLOBAL.CO.CC, MENTAWAI - Junerli Samonginlailai, guru honorer SD Negeri 12 Malakopa, Pagai Selatan, Kepulauan Mentawai itu gundah gulana. Gedung sekolah tempatnya mengajar itu telah porak-poranda dihantam ombak tsunami, Oktober tahun lalu.
Dan, sudah hampir empat bulan ini, kegiatan belajar dan mengajar terpaksa dilakukan di dalam sebuah tenda beratap terpal oranye dan berdinding triplek. Luasnya, tak sampai 30 meter persegi. Tenda itu terletak jauh dari tepi pantai, di Dusun Sabbiret, sekitar 35 kilometer dari Dermaga Sikakap, Pagai Utara.
Sejak peristiwa tsunami yang menewaskan ratusan orang itu, SD 12 Malakopa sama sekali tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah. Tenda yang dijadikan tempat belajar dan mengajar itu merupakan pinjaman dari Gereja Kristen Protestan Mentawai (GKPM).
"Oktober lalu, gedung SD 12 Malak Kopa, Pagai Selatan rata terkena ombak tsunami. Makanya, kita pindah ke Dusun Sabbiret. Hampir empat bulan kami mengadakan proses belajar-mengajar di tenda yang dipinjam dari gereja GKPM," ujar Junerli, (23/02/2011), saat ditemui di sela-sela waktu mengajarnya.
Kondisi tersebut, lanjutnya, masih mending karena saat ini musim kemarau. Tetapi, ia tidak tahu lagi harus berbuat apa jika kelak musim berganti hujan. "Coba kalau musim hujan. Meja dan kursi basah kena air," ucapnya. Sampai saat ini belum ada upaya dari pihak mana pun untuk membangun kembali sekolah tersebut.
Sementara itu, proses belajar di SD 12 Malakopa pun dilakukan seadanya. Di dalam tenda terdapat satu papan tulis dengan kapur tulis seadanya. Meja dan kursi kayu sekitar 20 unit. Padahal, ada 107 siswa terdaftar di SD Negeri 12 Malakopa.
Guru SD 12 Malakopa lainnya, Irenawati Siti Relawati mengatakan sebagian siswa harus dipindahkan ke SD Negeri 25 Malakopa yang memiliki gedung permanen dan fasilitas lebih baik. Sebab, tenda dan fasilitas yang saat ini digunakan sebagai tempat belajar-mengajar itu tidak cukup melayani semua siswa yang ada.
"Proses belajar-mengajar cukup lancar. Tapi beginilah keadaannya. Anak-anak tidak punya buku mata pelajaran karena tersapu ombak tsunami. Untuk sementara, kami pinjam dari SD Negeri 25 Malakopa, di Kilometer 37. Tetapi sangat terbatas. Sebagian siswa kami juga pindah ke sana," terangnya.
Makanya, mereka begitu senang ketika mendapatkan bantuan berupa buku-buku bacaan ilmu pengetahuan untuk anak-anak yang disumbangkan oleh Tribun Network. Mereka tampak antusias ingin melahap buku-buku tersebut sebagai bahan bacaannya.
"Terima kasih atas bantuannya. Anak-anak memang sangat membutuhkan buku bacaan untuk menambah pengetahuan mereka," ujarnya tersenyum
Wartawan Tribun Network, Willem Jonata |
Sejak peristiwa tsunami yang menewaskan ratusan orang itu, SD 12 Malakopa sama sekali tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah. Tenda yang dijadikan tempat belajar dan mengajar itu merupakan pinjaman dari Gereja Kristen Protestan Mentawai (GKPM).
"Oktober lalu, gedung SD 12 Malak Kopa, Pagai Selatan rata terkena ombak tsunami. Makanya, kita pindah ke Dusun Sabbiret. Hampir empat bulan kami mengadakan proses belajar-mengajar di tenda yang dipinjam dari gereja GKPM," ujar Junerli, (23/02/2011), saat ditemui di sela-sela waktu mengajarnya.
Kondisi tersebut, lanjutnya, masih mending karena saat ini musim kemarau. Tetapi, ia tidak tahu lagi harus berbuat apa jika kelak musim berganti hujan. "Coba kalau musim hujan. Meja dan kursi basah kena air," ucapnya. Sampai saat ini belum ada upaya dari pihak mana pun untuk membangun kembali sekolah tersebut.
Sementara itu, proses belajar di SD 12 Malakopa pun dilakukan seadanya. Di dalam tenda terdapat satu papan tulis dengan kapur tulis seadanya. Meja dan kursi kayu sekitar 20 unit. Padahal, ada 107 siswa terdaftar di SD Negeri 12 Malakopa.
Guru SD 12 Malakopa lainnya, Irenawati Siti Relawati mengatakan sebagian siswa harus dipindahkan ke SD Negeri 25 Malakopa yang memiliki gedung permanen dan fasilitas lebih baik. Sebab, tenda dan fasilitas yang saat ini digunakan sebagai tempat belajar-mengajar itu tidak cukup melayani semua siswa yang ada.
"Proses belajar-mengajar cukup lancar. Tapi beginilah keadaannya. Anak-anak tidak punya buku mata pelajaran karena tersapu ombak tsunami. Untuk sementara, kami pinjam dari SD Negeri 25 Malakopa, di Kilometer 37. Tetapi sangat terbatas. Sebagian siswa kami juga pindah ke sana," terangnya.
Makanya, mereka begitu senang ketika mendapatkan bantuan berupa buku-buku bacaan ilmu pengetahuan untuk anak-anak yang disumbangkan oleh Tribun Network. Mereka tampak antusias ingin melahap buku-buku tersebut sebagai bahan bacaannya.
"Terima kasih atas bantuannya. Anak-anak memang sangat membutuhkan buku bacaan untuk menambah pengetahuan mereka," ujarnya tersenyum
0 Leave Your Comment :
Post a Comment
Thanks you for your visit please leave your Comment