Kumpulan Puisi-puisi Karya Lailatul Kiptiyah
Pergi
Aku telah berjanji bahwa suatu hari nanti aku akan pergi. Meninggalkan waktu, percakapan, dan juga sepi. Dan aku akan menepati janjiku itu seperti hati yang tak pernah mendustai. Jangan cemaskan tentang putih, hijau, dan ungu. Warna langit dan taman-taman persinggahanku.Karena mereka tak kan merasa kehilangan. Karena telah cukup mereka memberiku naungan. Dan tentang segala yang ada padaku nanti juga kulepaskan.
Seperti halnya mimpi yang harus tanggal, kepergian itu pun tak bisa kusangkal. Dan kau juga pasti mengerti. Seperti pagi yang ikhlas melepas matahari. Seperti hitam dan abu-abu yang mengikuti…
Jakarta, Maret 2010
Selubung Luka
Semoga luka-luka ini cepat sirna
semoga rasa perih ini cepat reda
agar wajah ini terasa bersih menatapMu
agar hati ini terasa basah mengejaMu
pada warna senja yang begitu ungu
di ujung langit
kutitipkan selembar luas mendung
yang pernah kulukis
dengan tinta hitam, suram
bagai getah lekat, erat melekati kulit batang-batang pohon
dari patahan dahan dan daun-daun dari ranting kepundung
atau seperti pekatnya cairan malam
menitis pada kain sebentang
membentuk gambar-gambar rumit bercorak kawung
akh, senja yang ungu
bagaimana aku bisa memintamu
menempa warna-warni lukisanku
sedang tinta-tinta itu terlalu pekat
sedang gambar-gambar itu terlanjur lekat
semoga luka-luka ini cepat sirna
semoga rasa perih ini cepat reda
agar hati ini mampu merunduk
agar langkah ini mampu bertawadu’
Jakarta, April 2010
Sajakmu seribu tangis
hening meronta
malam tanpa purnama
menyingkap warna duka sajakmu
pada silam waktu
rintihan sunyi
nukilan sepi
mengudarkan lelakumu kedalam arah lengang
dalam hembusan ribuan tembang
angin yang sungsang
pada jejak di batu tua
kau balurkan wewangian musim pancaroba
lambaian sawah memanggilmu dari tepian arah
ngarai dan sungai menderaskan ribuan madah
mengalirkan kembali sajakmu
menyulam segala gersang
tabir bagi pintu-pintu kenang
lalu kulihat anak-anak tanpa alas kaki
riuh mencecap luka dan nyeri
terseok mengejar kupu-kupu ungu
tersembunyi di balik ranting-ranting pilu
masa depan seperti pita awan
bergantung
dalam duka sajakmu yang tak pernah rampung
dari ujung langit sampailah gerimis
terangkai sajakmu lewat seribu tangis
Jakarta, September 2010
Duka dari timur
-untuk wasior-Fajar belum tiba
bayang rembulan masih tersisa
di hening jendela kaca
sesubuh ini
tiba-tiba duka pecah, Gusti
di jauh timur negri kami
gelombang bandang yang maha deras
telah menghempas segala mimpi,
memangkas tandas tunas-tunas jati
yang mulai merimbun
di penanggalan musim semi
adakah air dan pohon-pohon itu
saling bercerita
kami yang menggurat dosa
pada putih debur sungai, pada ranum cendana wangi
dan ikrar teguh batang-batang jati
oh, gelap yang datang
tak ada lagi dendang anak-anak ladang
menggembala senja padang ilalang
sampan-sampan menghening
menangkup jasad-jasad yang tak sempat
merambat ke punggung-punggung tebing
hanya genangan lumpur
merajut senyap ruang-ruang tidur
menaburi tanah kami
hamparan nisan-nisan kubur
sebentang kain duka
menjuntai pada atap kota
Kau menggurat setiap cerita
kami menggenapkan segala dosa
Jakarta, Oktober 2010
Janji merapi
-mbah marijan dan segenap korban-Siang ini aku serupa matahari
sedih dan terluka
tuhan membawaku ke mimpi
paling lara
sebagai yang terberkati
kau pemegang rahasia
penyimpan tanda
bagi semesta
puncak setiap kembara
pagar bumi paling tinggi
kau pun telah berjanji
menjaga api
menjaga subur bumi
menghujah lembah dan sawah-sawah
dengan air matamu yang membuncah
kepada malaikat surga
kau berjanji memberinya
raga dan nyawa
debu dan abu
dari kedalaman lubukmu
kini malaikat turun ke bumi
kau menuntas segala janji
Jakarta, 27 Oktober 2010
Cerita gadis kecil
-untuk mentawai-Ada gadis kecil memeram kupu-kupu
di riap rambutnya
dalam pita merah jambu
matahari membawanya menemui senja
langkahnya tiba di taman kota
“aku ingin seperti dia boneka cantik
di dalam kaca” katanya
bibirnya tertawa
lalu gelombang sayup
angin bertiup
dan taman kota jatuh
tertelungkup
datang pelangi
mencari kota yang sembunyi
gadis kecil hilang
bersama kupu-kupu terbang
Jakarta, Oktober 2010
Biodata penulis:Lailatul Kiptiyah, lahir dan besar di Blitar, kini bekerja di Jakarta. Bergiat di beberapa komunitas sastra maya Indonesia-Malaysia.
0 Leave Your Comment :
Post a Comment
Thanks you for your visit please leave your Comment