Breaking News
Loading...
Loading...
Dec 3, 2010

Kumpulan Puisi-puisi Karya Lailatul Kiptiyah

Pergi
Aku telah berjanji bahwa suatu hari nanti aku akan pergi. Meninggalkan waktu, percakapan, dan juga sepi. Dan aku akan menepati janjiku itu seperti hati yang tak pernah mendustai. Jangan cemaskan tentang putih, hijau, dan ungu. Warna langit dan taman-taman persinggahanku.
Karena mereka tak kan merasa kehilangan. Karena telah cukup mereka memberiku naungan. Dan tentang segala yang ada padaku nanti juga kulepaskan.
Seperti halnya mimpi yang harus tanggal, kepergian itu pun tak bisa kusangkal. Dan kau juga pasti mengerti. Seperti pagi yang ikhlas melepas matahari. Seperti hitam dan abu-abu yang mengikuti…
Jakarta, Maret 2010







Selubung Luka

Semoga luka-luka ini cepat sirna
semoga rasa perih ini cepat reda
agar wajah ini terasa bersih menatapMu
agar hati ini terasa basah mengejaMu

pada warna senja yang begitu ungu
di ujung langit
kutitipkan selembar luas mendung
yang pernah kulukis

dengan tinta hitam, suram
bagai getah lekat, erat melekati kulit batang-batang pohon
dari patahan dahan dan daun-daun dari ranting kepundung
atau seperti pekatnya cairan malam
menitis pada kain sebentang
membentuk gambar-gambar rumit bercorak kawung

akh, senja yang ungu
bagaimana aku bisa memintamu
menempa warna-warni lukisanku

sedang tinta-tinta itu terlalu pekat
sedang gambar-gambar itu terlanjur lekat

semoga luka-luka ini cepat sirna
semoga rasa perih ini cepat reda
agar hati ini mampu merunduk
agar langkah ini mampu bertawadu’

Jakarta, April 2010

Sajakmu seribu tangis

hening meronta
malam tanpa purnama
menyingkap warna duka sajakmu
pada silam waktu

rintihan sunyi
nukilan sepi
mengudarkan lelakumu kedalam arah lengang
dalam hembusan ribuan tembang
angin yang sungsang

pada jejak di batu tua
kau balurkan wewangian musim pancaroba

lambaian sawah memanggilmu dari tepian arah
ngarai dan sungai menderaskan ribuan madah
mengalirkan kembali sajakmu
menyulam segala gersang
tabir bagi pintu-pintu kenang

lalu kulihat anak-anak tanpa alas kaki
riuh mencecap luka dan nyeri
terseok mengejar kupu-kupu ungu
tersembunyi di balik ranting-ranting pilu

masa depan seperti pita awan
bergantung
dalam duka sajakmu yang tak pernah rampung

dari ujung langit sampailah gerimis
terangkai sajakmu lewat seribu tangis

Jakarta, September 2010

Duka dari timur
-untuk wasior-
Fajar belum tiba
bayang rembulan masih tersisa
di hening jendela kaca

sesubuh ini
tiba-tiba duka pecah, Gusti
di jauh timur negri kami
gelombang bandang yang maha deras
telah menghempas segala mimpi,
memangkas tandas tunas-tunas jati
yang mulai merimbun
di penanggalan musim semi

adakah air dan pohon-pohon itu
saling bercerita
kami yang menggurat dosa
pada putih debur sungai, pada ranum cendana wangi
dan ikrar teguh batang-batang jati

oh, gelap yang datang
tak ada lagi dendang anak-anak ladang
menggembala senja padang ilalang

sampan-sampan menghening
menangkup jasad-jasad yang tak sempat
merambat ke punggung-punggung tebing

hanya genangan lumpur
merajut senyap ruang-ruang tidur
menaburi tanah kami
hamparan nisan-nisan kubur

sebentang kain duka
menjuntai pada atap kota
Kau menggurat setiap cerita
kami menggenapkan segala dosa

Jakarta, Oktober 2010

Janji merapi
-mbah marijan dan segenap korban-
Siang ini aku serupa matahari
sedih dan terluka
tuhan membawaku ke mimpi
paling lara

sebagai yang terberkati
kau pemegang rahasia
penyimpan tanda
bagi semesta
puncak setiap kembara
pagar bumi paling tinggi

kau pun telah berjanji
menjaga api
menjaga subur bumi
menghujah lembah dan sawah-sawah
dengan air matamu yang membuncah

kepada malaikat surga
kau berjanji memberinya
raga dan nyawa
debu dan abu
dari kedalaman lubukmu
kini malaikat turun ke bumi
kau menuntas segala janji

Jakarta, 27 Oktober 2010

Cerita gadis kecil
-untuk mentawai-
Ada gadis kecil memeram kupu-kupu
di riap rambutnya
dalam pita merah jambu

matahari membawanya menemui senja
langkahnya tiba di taman kota
“aku ingin seperti dia boneka cantik
di dalam kaca” katanya
bibirnya tertawa

lalu gelombang sayup
angin bertiup
dan taman kota jatuh
tertelungkup

datang pelangi
mencari kota yang sembunyi
gadis kecil hilang
bersama kupu-kupu terbang

Jakarta, Oktober 2010

Biodata penulis:
Lailatul Kiptiyah, lahir dan besar di Blitar, kini bekerja di Jakarta. Bergiat di beberapa komunitas sastra maya Indonesia-Malaysia.

0 Leave Your Comment :

Post a Comment

Thanks you for your visit please leave your Comment

Back To Top