Breaking News
Loading...
Loading...
Aug 12, 2010

Sebab Musabab Mengapa Orang Bisa Berubah Jadi Homoseks

Mengapa orang bisa berubah menjadi homoseksual? Untuk menjawab pertanyaan ini tentu memerlukan kajian spesifik untuk mengungkap individual differences. Karena masing-masing orang mempunyai etiologi (sebab musabab terjadinya sebuah gangguan) yang berbeda-beda.

Jika ditinjau dari dimensi biologis, homoseksualitas (gay, lesbian) bisa dimungkinkan karena kelebihan kromosom seks dari ibu. Kromosom normal pada seorang laki-laki berjumlah 46 buah (23 pasang), 22 pasang kromosom otosom dan sepasang kromosom seks (XY).

Sedangkan laki-laki yang memiliki kecenderungan homoseksualitas secara hormonal memiliki jumlah kromosom 47 buah, yang terdiri dari 44 buah (22 pasang) otosom dan 3 buah kromosom seks (XXY). Hal ini disebabkan oleh kromosom dari ibu (XX) tidak terjadi pembelahan sehingga individu laki-laki ini memiliki ciri-ciri kewanitaan.

Secara fisik ia laki-laki yang memiliki penis, tetapi penis ini sangatlah kecil jika dibandingkan dengan ukuran penis laki-laki normal. Dan jika dianggap sebagai kliteris ukurannya terlalu besar jika dibandingkan kliteris wanita pada umumnya. Ia juga memiliki payudara yang semakin membesar seiring dengan usia pubertasnya (Notosoedirdjo dan Latipun, 2002) yang ditulis netsains.com.

Homoseksual ini terjadi jika bayi laki-laki selama dalam kandungan mensekresi hormon testosteron kurang dari jumlah normalnya, atau jika bayi perempuan (yang kelak menjadi lesbian) mensekresi hormon testosteron (juga) yang melebihi kadar normalnya.

Dimensi Psikologis, banyak lagi faktor yang berpengaruh. Mulai dari aliran Psikoanalisa yang mengungkap dimensi masa lalu, dimana anak pada tahap falik (usia 3-5 th) kurang mendapatkan figur yang baik dari orang tua dengan jenis kelamin yang sama.

Jika ini terjadi pada laki-laki (untuk perempuan tinggal membalik saja), dalam situasi kehidupan awal seorang anak, figur ibu terlalu dominan dalam keluarga (bisa jadi karena ayah lemah, perceraian sehingga anak laki-laki tinggal dengan ibunya, atau ayah meninggal) sehingga identifikasi anak laki-laki ini cenderung ke arah perempuan. Termasuk pengasuhan oleh ayah terhadap anak laki-lakinya menjadi kurang efektif.

Seorang ahli Psikoanalis, Carl Gustaf Jung menyebut ini sebagai Anima Animus. Dalam diri seorang laki-laki ada jiwa feminin, begitu sebaiknya dalam jiwa perempuan ada karakter maskulin. Mana yang akan berkembang lebih dominan, ini nanti yang akan dibentuk oleh lingkungan.

Homoseksual bisa juga dipicu oleh kondisi dinama anak laki-laki mempunyai persepsi buruk terhadap ayahnya. Misalnya, ayah terlalu keras dalam mendidik dan suka menghukum sehingga anak mempunyai penilaian yang negatif ke ayahnya.

Ayah terlalu normatif terhadap anak laki-lakinya, misalkan jika makan tidak boleh bersuara, posisi duduk harus seperti ini, minum harus seperti itu, makan harus di meja makan dan seterusnya. Perilaku seperti di atas adalah hal yang biasa diterapkan pada anak perempuan, bukan laki-laki. Hal ini nantinya yang juga akan berpengaruh terhadap perkembangan maskulinnya.


Atau bisa jadi ketika orang tua terlalu membatasi ruang gerak anak laki-lakinya, sehingga perkembangan menjadi maskulin justru terhambat. Contohnya, karena orang tua sudah bertahun-tahun tidak mempunyai anak atau mendambakan anak laki-laki, maka ketika lahir anak laki-laki ia sangat disayang sekali.

Anak laki itu tidak boleh berkesplorasi kesana kemari, naik-naik atau memanjat pohon tidak boleh, main kotor seperti anak laki-laki yang lain tidak boleh, dimanja sehingga karakter maskulin yang semestinya mulai berkembang dari kecil jadi terhambat.

Termasuk ketika tidak dekat dengan ayah tadi sehingga ia tidak mendapatkan figuring maskulin yang baik. Atau mungkin orang tua yang benar-benar menginginkan anak laki-laki, sehingga ketika lahir perempuan membuat jadi anak perempuannya ini seperti laki-laki. Mendandaninya, memakaikan rok yang tentu saja si anak kecil akan menurut.

Saat fase falik tadi (3-5 tahun) yang semestinya ia mulai diberitahu perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan, tetapi tidak ia dapatkan. Anak laki-laki dibiarkan saja bermain dengan teman (atau kakak) perempuannya, sehingga ia jadi lebih gemar bermain boneka, masak-masakan, atau permainan perempuan yang lain.

Hal ini yang juga disebut inhibisi perkembangan maskulin pada anak laki-laki, sehingga karakter feminin lah yang lebih berkembang. Bukan melarang anak untuk mencoba bereksplorasi dengan banyak mainan dan juga teman, hanya saja orang tua perlu lebih selektif ketika memilihkan jenis permainan yang pas buat anak.

Jika ditinjau dari sudut pandang perilaku, maka homoseksual terjadi karena faktor pembiasaan, lingkungan, dan adanya penguat positif (rasa enak, nikmat, nyaman) dalam hubungan dengan sesama jenisnya.

Jika ada pertanyaan apakah perilaku ini bisa diubah? Bisa tidaknya, kembali kepada sebab musabab mengapa seseorang menjadi homoseksual. Jika murni karena perilaku, pembiasaan dan lingkungan, maka dirubah lewat proses pembalajaran ulang. Secara psikologis biasa menyebut modifikasi perilaku.

Namun jika sebabnya karena trauma masa lalu, seperti yang dijelaskan oleh aliran Psikoanalisa yang melihat hal ini dari sudut pandang masa lalu, maka dibutuhkan psikoterapi dengan pendekatan Psikoanalisa.


Nah jika fenomena terjadinya homoseksual karena faktor biologis, ya mau tidak mau memang harus memilih ke salah satu ciri kelamin yang lebih dominan. Bukan lagi disebut sebagai homoseksual melainkan transeksual. (*)Sumber Berita Tribunnews.com

0 Leave Your Comment :

Post a Comment

Thanks you for your visit please leave your Comment

Back To Top