Hai Guys..Temani Tante Dong!
Tante-Tante Cantik-Semoga semua dalam keberkahan-Nya sehingga masih bisa menjalani segala aktivitas dengan penuh semangat dan juga tentunya masih bisa mengakses KoKi.
Tulisan ini terinspirasi saat penulis membaca tulisan Margharitha – phuket yang menulis tentang escort girl. Nah pada kesempatan ini penulis mencoba menuangkannya dalam sebuah tulisan berdasarkan pengalaman saat menempuh studi di kota Surabaya. Saat itu, ada beberapa teman yang masuk dalam lingkaran pemuas tante-tante.
Wanita paruh baya, menurut saya, adalah perempuan berusia sekitar 35–50 tahun. Mereka biasanya sudah bisa disebut ibu-ibu, entah mereka sudah menikah atau belum. Bisa juga disebut tante.
Umumnya, mereka sudah bisa dikatakan mapan dari segi ekonomi. Tentunya, ini berimbas pada penampilan fisik yang terawat dan juga seksi. Bisa juga dikatakan masih oke....(suiiiit suiiit suiiit...)
Saya mencoba mengurai sebuah rantai kehidupan dengan sedikit analisis sederhana mengenai pola yang digunakan tante-tante ini dalam memenuhi kebutuhan seksnya.
Sekitar tahun 1980-an hingga sekarang, sidang pembaca KoKi semua tentu sudah tahu istilah tante girang dan om-om senang. Secara sederhana dapat definisikan bahwa tante girang adalah perempuan paruh baya yang suka memakai pemuda/anak muda (atau istilah Margharita berondong hehehehe sori ye...) guna memuaskan kebutuhan seks mereka yang bisa dikatakan rada-rada hyper. Sedangkan om-om senang adalah laki-laki paruh baya yang suka mencari ABG perempuan guna memuaskan kebutuhan seksnya.
Tante girang dan om-om senang ini mempunyai kecenderungan untuk "memelihara" para pelayan seksnya yang masih berusia muda (ABG tentunya), baik itu dari pelajar hingga mahasiswa. Dengan imbalan uang atau pun barang-barang mewah, dengan syarat mereka harus bisa memenuhi kepuasan seks para tante dan om-om ini.
Dan jika mereka sudah tidak suka lagi dengan para "peliharaannya" ini ya..sudah selesai "kontraknya". Demikian, suplai uang dan/atau pun kebutuhan kepada para "peliharaannya" ini pun terputus. Dalam beberapa kasus malah para "peliharaan" ini bisa disewakan kos. Bahan, ada juga yang dikontrakin rumah lengkap dengan berbagai perabotnya.
Pola Para Tante
Tulisan ini hanya mengulas tentang perilaku tante-tante girang. Sumbernya dari cerita teman-teman saya yang pernah bersama dengan tante girang (karena background saya ilmu sosial sehingga tertarik dengan hal-hal seperti ini).
Para tante telah berhasil mendapatkan "buruannya". Saatnya rantai "kekerasan" dimulai. Pertama, seorang pemuda yang berhasil dan mau dijadikan budak seks harus selalu siap sedia kapan pun mereka dibutuhkan untuk memuaskan keinginan para tante. Tentunya, mereka mendapatkan imbalan uang dan berbagai macam kebutuhan lainnya. Nah, kekerasan yang dimaksud adalah ketika sang pemuda dijadikan "arisan" bagi "gank" tante-tante. Logikanya jika "gank" tante-tante itu mempunyai anggota lima orang, maka sang pemuda harus menggilir kelima tante yang haus seks itu kapan pun mereka mau.
Kedua, tante-tante ini mempunyai preman yang juga perlu duit. Preman berperan sebagai bodyguard di luar sistem yang ada. Maksudnya, ketika sang pemuda sudah selesai menjalankan tugasnya (ehem..ehem..ehem...) maka mulailah para preman ini menjalankan aksinya untuk memeras sang pemuda.
Dari sini, bisa dikatakan menjadi budak seks para tante tidaklah senyaman yang dibayangkan anak-anak muda yang memilih jalan ini. Segala kebutuhan hidup mereka memang terpenuhi (tentunya hanya sementara). Tetapi ada preman yang selalu menjaga sang tante jika sang pemuda berusaha mangkir dalam menjalankan tugasnya. Nah, tugas para preman juga untuk mengawasi segala aktfitas sang pemuda secara detil.
Faktor Penyebabnya
Ada banyak faktor yang berbeda dibalik munculnya wanita paruh baya yang menjadi tante-tante girang. Pertama, suami yang terlalu sibuk sehingga kebutuhan nafkah batin tidak terlaksana dengan baik. Dahulu, pembaca KoKi mungkin sering mendengar cerita tentang suami pelaut. Sekarang, hal itu tidak relevan lagi karena bukan hanya pelaut yang sibuk dengan pekerjaannya sehingga melupakan tugas memberi istrinya batin. Ditambah lagi, nafsu istri yang besar (tiap perempuan berbeda-beda atau relatif), sehingga pada saat meminta kepada suami malah tidak berani. Ini disebabkan pengaruh budaya jika ingin melakukan hubungan seks harus suami yang berinisiatif. Apabila harus meminta, sang istri langsung malu.
Kedua, suami mempunyai wanita idaman lain (WIL). Apabila pekerjaan menumpuk dan muncul stres, laki-laki kadang-kadang berusaha mencari hiburan dengan caranya sendiri. Kondisi ini diperburuk dengan tidak baiknya komunikasi antara suami-istri. Akhirnya, sang istri mencari kepuasan dengan mencari pemuda.
Ketiga, istri memang mempunyai bakat petualang seks. Ketika ada kesempatan berkumpul dengan "gank"-nya, mereka bisa menjadi tante girang. Biasanya, berawal dari ngerumpi – ngerumpi saat arisan, di dalam organisasi dan lain sebagainya.
Keempat, motif ekonomi. Jika ada pasar/permintaan, dari para tante, tentunya ada penawaran dari para pemuda. Namanya pasar, tentunya ada berbagai imbalan yang diterima para pemuda. Dan jika para tante ini sudah merasa bosan dengan sang pemuda maka dengan mudah mereka akan mencampakkan pemuda itu begitu saja. Karena, sang tantelah yang memberikan imbalan. Dengan demikian, putuslah rantai itu dan segera rantai baru terbentuk.
Implikasi
Fenomena ini tentu membawa implikasi yang sebenarnya sangat rumit. Apalagi ditambah dengan berbagai akses yang memudahkan terjadinya kondisi seperti ini. Misalnya, tumbuhnya tempat-tempat hiburan yang tidak terkendali. Rata-rata pemuda mendapatkan para tante girang di tempat-tempat hiburan malam seperti club, pub atau diskotik dan lain sebagainya.
Seorang teman yang memilih menjadi penghibur tante girang bercerita. Ia menebar pesona kepada para tante di sebuah tempat hiburan malam. Setelah dilakukan selama satu tahun barulah dia mendapatkan apa yang dia cari. Ia mendapat "klien" seorang dokter perempuan (hebat juga ya...). Para tante girang rupanya mencari hiburan untuk mengusir kejenuhannya dengan mengunjungi tempat-tempat hiburan malam. Tetapi, tidak semua pengunjung perempuan bisa dikatakan tante girang.
Trik atau kode yang digunakan para pemuda umumnya menyalakan rokok atau mendirikan korek di atas kotak rokok yang dihisapnya. Ada juga yang menggunakan sapu tangan. Sapu tangan dilipat sedemikian rupa membentuk segitiga lalu diselipkan di saku belakang atau nekad berkenalan langsung.
Media juga menjadi sarana para pemuda mencari klien. Beberapa media cetak di Jakarta memberikan ruang untuk iklan esek-esek. Sebagian besar berkedok menjadi layanan pijat khusus wanita. Dengan cara ini, para pemuda berusaha menawarkan dirinya. Maraknya penggunaan internet pun dimanfaatkan untuk menjual jasa khusus untu tante-tante yang membutuhkan "teman".
Penutup
Semoga tulisan ini memberikan tambahan wawasan dalam menjalani kehidupan yang semakin banyak godaannya. [ secure ]
Salam,
Wolf {
Tulisan ini terinspirasi saat penulis membaca tulisan Margharitha – phuket yang menulis tentang escort girl. Nah pada kesempatan ini penulis mencoba menuangkannya dalam sebuah tulisan berdasarkan pengalaman saat menempuh studi di kota Surabaya. Saat itu, ada beberapa teman yang masuk dalam lingkaran pemuas tante-tante.
Wanita paruh baya, menurut saya, adalah perempuan berusia sekitar 35–50 tahun. Mereka biasanya sudah bisa disebut ibu-ibu, entah mereka sudah menikah atau belum. Bisa juga disebut tante.
Umumnya, mereka sudah bisa dikatakan mapan dari segi ekonomi. Tentunya, ini berimbas pada penampilan fisik yang terawat dan juga seksi. Bisa juga dikatakan masih oke....(suiiiit suiiit suiiit...)
Saya mencoba mengurai sebuah rantai kehidupan dengan sedikit analisis sederhana mengenai pola yang digunakan tante-tante ini dalam memenuhi kebutuhan seksnya.
Sekitar tahun 1980-an hingga sekarang, sidang pembaca KoKi semua tentu sudah tahu istilah tante girang dan om-om senang. Secara sederhana dapat definisikan bahwa tante girang adalah perempuan paruh baya yang suka memakai pemuda/anak muda (atau istilah Margharita berondong hehehehe sori ye...) guna memuaskan kebutuhan seks mereka yang bisa dikatakan rada-rada hyper. Sedangkan om-om senang adalah laki-laki paruh baya yang suka mencari ABG perempuan guna memuaskan kebutuhan seksnya.
Tante girang dan om-om senang ini mempunyai kecenderungan untuk "memelihara" para pelayan seksnya yang masih berusia muda (ABG tentunya), baik itu dari pelajar hingga mahasiswa. Dengan imbalan uang atau pun barang-barang mewah, dengan syarat mereka harus bisa memenuhi kepuasan seks para tante dan om-om ini.
Dan jika mereka sudah tidak suka lagi dengan para "peliharaannya" ini ya..sudah selesai "kontraknya". Demikian, suplai uang dan/atau pun kebutuhan kepada para "peliharaannya" ini pun terputus. Dalam beberapa kasus malah para "peliharaan" ini bisa disewakan kos. Bahan, ada juga yang dikontrakin rumah lengkap dengan berbagai perabotnya.
Pola Para Tante
Tulisan ini hanya mengulas tentang perilaku tante-tante girang. Sumbernya dari cerita teman-teman saya yang pernah bersama dengan tante girang (karena background saya ilmu sosial sehingga tertarik dengan hal-hal seperti ini).
Para tante telah berhasil mendapatkan "buruannya". Saatnya rantai "kekerasan" dimulai. Pertama, seorang pemuda yang berhasil dan mau dijadikan budak seks harus selalu siap sedia kapan pun mereka dibutuhkan untuk memuaskan keinginan para tante. Tentunya, mereka mendapatkan imbalan uang dan berbagai macam kebutuhan lainnya. Nah, kekerasan yang dimaksud adalah ketika sang pemuda dijadikan "arisan" bagi "gank" tante-tante. Logikanya jika "gank" tante-tante itu mempunyai anggota lima orang, maka sang pemuda harus menggilir kelima tante yang haus seks itu kapan pun mereka mau.
Kedua, tante-tante ini mempunyai preman yang juga perlu duit. Preman berperan sebagai bodyguard di luar sistem yang ada. Maksudnya, ketika sang pemuda sudah selesai menjalankan tugasnya (ehem..ehem..ehem...) maka mulailah para preman ini menjalankan aksinya untuk memeras sang pemuda.
Dari sini, bisa dikatakan menjadi budak seks para tante tidaklah senyaman yang dibayangkan anak-anak muda yang memilih jalan ini. Segala kebutuhan hidup mereka memang terpenuhi (tentunya hanya sementara). Tetapi ada preman yang selalu menjaga sang tante jika sang pemuda berusaha mangkir dalam menjalankan tugasnya. Nah, tugas para preman juga untuk mengawasi segala aktfitas sang pemuda secara detil.
Faktor Penyebabnya
Ada banyak faktor yang berbeda dibalik munculnya wanita paruh baya yang menjadi tante-tante girang. Pertama, suami yang terlalu sibuk sehingga kebutuhan nafkah batin tidak terlaksana dengan baik. Dahulu, pembaca KoKi mungkin sering mendengar cerita tentang suami pelaut. Sekarang, hal itu tidak relevan lagi karena bukan hanya pelaut yang sibuk dengan pekerjaannya sehingga melupakan tugas memberi istrinya batin. Ditambah lagi, nafsu istri yang besar (tiap perempuan berbeda-beda atau relatif), sehingga pada saat meminta kepada suami malah tidak berani. Ini disebabkan pengaruh budaya jika ingin melakukan hubungan seks harus suami yang berinisiatif. Apabila harus meminta, sang istri langsung malu.
Kedua, suami mempunyai wanita idaman lain (WIL). Apabila pekerjaan menumpuk dan muncul stres, laki-laki kadang-kadang berusaha mencari hiburan dengan caranya sendiri. Kondisi ini diperburuk dengan tidak baiknya komunikasi antara suami-istri. Akhirnya, sang istri mencari kepuasan dengan mencari pemuda.
Ketiga, istri memang mempunyai bakat petualang seks. Ketika ada kesempatan berkumpul dengan "gank"-nya, mereka bisa menjadi tante girang. Biasanya, berawal dari ngerumpi – ngerumpi saat arisan, di dalam organisasi dan lain sebagainya.
Keempat, motif ekonomi. Jika ada pasar/permintaan, dari para tante, tentunya ada penawaran dari para pemuda. Namanya pasar, tentunya ada berbagai imbalan yang diterima para pemuda. Dan jika para tante ini sudah merasa bosan dengan sang pemuda maka dengan mudah mereka akan mencampakkan pemuda itu begitu saja. Karena, sang tantelah yang memberikan imbalan. Dengan demikian, putuslah rantai itu dan segera rantai baru terbentuk.
Implikasi
Fenomena ini tentu membawa implikasi yang sebenarnya sangat rumit. Apalagi ditambah dengan berbagai akses yang memudahkan terjadinya kondisi seperti ini. Misalnya, tumbuhnya tempat-tempat hiburan yang tidak terkendali. Rata-rata pemuda mendapatkan para tante girang di tempat-tempat hiburan malam seperti club, pub atau diskotik dan lain sebagainya.
Seorang teman yang memilih menjadi penghibur tante girang bercerita. Ia menebar pesona kepada para tante di sebuah tempat hiburan malam. Setelah dilakukan selama satu tahun barulah dia mendapatkan apa yang dia cari. Ia mendapat "klien" seorang dokter perempuan (hebat juga ya...). Para tante girang rupanya mencari hiburan untuk mengusir kejenuhannya dengan mengunjungi tempat-tempat hiburan malam. Tetapi, tidak semua pengunjung perempuan bisa dikatakan tante girang.
Trik atau kode yang digunakan para pemuda umumnya menyalakan rokok atau mendirikan korek di atas kotak rokok yang dihisapnya. Ada juga yang menggunakan sapu tangan. Sapu tangan dilipat sedemikian rupa membentuk segitiga lalu diselipkan di saku belakang atau nekad berkenalan langsung.
Media juga menjadi sarana para pemuda mencari klien. Beberapa media cetak di Jakarta memberikan ruang untuk iklan esek-esek. Sebagian besar berkedok menjadi layanan pijat khusus wanita. Dengan cara ini, para pemuda berusaha menawarkan dirinya. Maraknya penggunaan internet pun dimanfaatkan untuk menjual jasa khusus untu tante-tante yang membutuhkan "teman".
Penutup
Semoga tulisan ini memberikan tambahan wawasan dalam menjalani kehidupan yang semakin banyak godaannya. [ secure ]
Salam,
Wolf {
0 Leave Your Comment :
Post a Comment
Thanks you for your visit please leave your Comment