Birahi Tante Ellis Yang Begitu Membara
TERJEBAK ARISAN BRONDONG 2-Pupuslah semua harapan dan anganku. Hari-hariku hanya terjebak pada nafsu, nafsu, dan nafsu. Ya ... bolehlah semua orang merutukku, menganggapku bodoh,lemah, tidak berguna. Tapi memang itulah aku, aku sendiri tak tahu ...sepertinya aku tak punya kekuatan untuk lepas dari semua ini.
Meski sungguh, aku sama sekali tak berbangga diri, apalagi menikmati kehidupan laknat ini. Apalah banggaku sebagai lelaki jika harus menadahkan tangan untuk mengais lembaran rupiah setiap kali harus bersimbah peluh melayani birahi mereka. Aku ingin kehidupan normal, aku ingin punya istri, memiliki orang yang mencintai dan kucintai, melayaninya dengan sepenuh hati. Ingin memberikan cinta, ingin membahagiakannya ..ingin ... ingin ... dan sejuta keinginan lain yang sepertinya semakin jauh dari kenyataan.
Hingga suatu hari, tiba-tiba 'nyonya besar' Nana memanggilku ke ruang keluarga. Rupanya suaminya datang. Selain sang suami, di ruangan yang sama juga nampak seorang gadis yang masih belia, usianya mungkin masih belasan tahun. Suasana tegang tampak menyelimuti keluarga itu. Si gadis yang sudah dapat kutebak adalah gadis di bingkai foto di rumah itu, adalah Elis (bukan nama sebenarnya), anak semata wayang Nana yang selama ini sekolah di luar negeri. Wajah gadis yang tubuhnya terlihat gendut itu tampak sembab, seperti habis menangis. Aku merasa asing dan aneh saja melihat pemandangan kaku seperti itu.
Tak berapa lama, Nana menyuruhku duduk. Suasanapun semakin terasa kaku, hingga akhirnya setelah berbasa-basi, Nana menyampaikan niatnya. Dan apa yang dikatakannya pembaca? Duh ... benar-benar bagaikan petir di siang bolong. Ternyata mereka memintaku untuk 'kawin kontrak' dengan Elis. Pasalnya Elis hamil di luar nikah, sementara pacarnya tak mau bertanggungjawab. Mereka tak mengatakan berapa bulan sudah Elis mengandung benih laki-laki jahanam itu. Tapi bila dilihat dari posturnya, pastilah sudah lebih dari lima bulan. Perut itu sudah kelihatan membuncit.
“Ayolah, El ... tolong selamatkan keluarga ini. Cuma kamu yang bisa ... Ini cuma sampai kelahiran anak itu saja. Setelah itu, Elis akan melanjutkan studynya,” kata Nana memohon. Dan sekali lagi, aku tak bisa berbuat apa-apa kecuali hanya mengangguk.
Yang terlintas di fikiranku saat itu hanyalah mungkin ini jalanku untuk bisa terbebas dari cengkeraman Nana. Maka, singkat kata, jadilah aku 'suami' Elis yang disahkan lewat pernikahan yang sangat sederhana, hanya mengundang beberapa kerabat dekat keluarga itu saja. Sementara dari pihakku, sepertinya aku tak perlu menghadirkan mereka, daripada mereka tahu kehidupanku yang sebenarnya. Bisa-bisa ibuku akan semakin nelangsa.
Benarkah pernikahan itu menjadi akhir episode malapetaka di kehidupanku, ternyata tidak. Nana rupanya tak rela melepasku begitu saja. Dengan berbagai alasan, meski aku dan Elis telah menempati rumah sendiri, dia selalu datang. Bahkan hampir setiap hari, dengan berbagai alasan, khawatir dengan keadaan Elislah, minta aku memarkirkan mobilnyalah ... dan alasan lain yang tidak pernah putus. Bahkan suatu saat dia terang-terangan mengatakan cemburu melihatku sangat memperhatikan Elis. Dia menangisiku, mencoba mencumbuku, namun kukatakan padanya bahwa aku ini menantunya, suami Elis anaknya. Nana marah, dan kemarahannya ternyata berakibat fatal. Dia jadi sangat sensitif dan uring-uringan, terutama kepada Elis. Bahkan, pernah suatu kali Elis dengan perut gendutnya itu ditampar dan didamprat dengan kata-kata yang sangat kasar. Entahlah, kekuatan apa yang tiba-tiba menyertaiku. Aku pun membalaskan tamparan itu di wajah Nana ... mertuaku, mantan kekasihku itu ...
Nana kaget bukan kepalang. Seperti tak percaya yang dialaminya, diapun menangis sejadi-jadinya dan serta merta meninggalkan rumah tempat aku dan Elis tinggal. Sejak saat itu, dia tak pernah muncul, bahkan di saat yang sangat genting, saat Elis berjuang melawan maut untuk melahirkan anaknya pun, Nana tak datang.
Dan anehnya, aku pun seperti tak perduli. Aku bahkan merasa memiliki kekuatan lain ketika harus mendampingi Elis di saat-saat paling berat dalam hidupnya itu. Entahlah, sepertinya aku mulai merasakan benih-benih cinta dan ketulusan itu pada diri Elis dan sepertinya Elis juga merasakan hal yang sama denganku. Semoga ini memang benar cinta yang sesungguhnya. Kini anak itu sudah lahir, laki-laki, dan sudah hampir berusia dua bulan. Nana tak jua kunjung menjenguk cucunya itu. Begitu juga sang kakek, tak pernah menunjukkan batang hidungnya karena malu. Tapi aku tak perduli lagi, seperti aku juga tak perduli bila perkawinan kami adalah perkawinan kontrak. Itu hanya masalah teknis ...yang penting aku dan Elis sudah sama-sama satu hati.[Sumber:jongjava.com]
Meski sungguh, aku sama sekali tak berbangga diri, apalagi menikmati kehidupan laknat ini. Apalah banggaku sebagai lelaki jika harus menadahkan tangan untuk mengais lembaran rupiah setiap kali harus bersimbah peluh melayani birahi mereka. Aku ingin kehidupan normal, aku ingin punya istri, memiliki orang yang mencintai dan kucintai, melayaninya dengan sepenuh hati. Ingin memberikan cinta, ingin membahagiakannya ..ingin ... ingin ... dan sejuta keinginan lain yang sepertinya semakin jauh dari kenyataan.
Hingga suatu hari, tiba-tiba 'nyonya besar' Nana memanggilku ke ruang keluarga. Rupanya suaminya datang. Selain sang suami, di ruangan yang sama juga nampak seorang gadis yang masih belia, usianya mungkin masih belasan tahun. Suasana tegang tampak menyelimuti keluarga itu. Si gadis yang sudah dapat kutebak adalah gadis di bingkai foto di rumah itu, adalah Elis (bukan nama sebenarnya), anak semata wayang Nana yang selama ini sekolah di luar negeri. Wajah gadis yang tubuhnya terlihat gendut itu tampak sembab, seperti habis menangis. Aku merasa asing dan aneh saja melihat pemandangan kaku seperti itu.
Tak berapa lama, Nana menyuruhku duduk. Suasanapun semakin terasa kaku, hingga akhirnya setelah berbasa-basi, Nana menyampaikan niatnya. Dan apa yang dikatakannya pembaca? Duh ... benar-benar bagaikan petir di siang bolong. Ternyata mereka memintaku untuk 'kawin kontrak' dengan Elis. Pasalnya Elis hamil di luar nikah, sementara pacarnya tak mau bertanggungjawab. Mereka tak mengatakan berapa bulan sudah Elis mengandung benih laki-laki jahanam itu. Tapi bila dilihat dari posturnya, pastilah sudah lebih dari lima bulan. Perut itu sudah kelihatan membuncit.
“Ayolah, El ... tolong selamatkan keluarga ini. Cuma kamu yang bisa ... Ini cuma sampai kelahiran anak itu saja. Setelah itu, Elis akan melanjutkan studynya,” kata Nana memohon. Dan sekali lagi, aku tak bisa berbuat apa-apa kecuali hanya mengangguk.
Yang terlintas di fikiranku saat itu hanyalah mungkin ini jalanku untuk bisa terbebas dari cengkeraman Nana. Maka, singkat kata, jadilah aku 'suami' Elis yang disahkan lewat pernikahan yang sangat sederhana, hanya mengundang beberapa kerabat dekat keluarga itu saja. Sementara dari pihakku, sepertinya aku tak perlu menghadirkan mereka, daripada mereka tahu kehidupanku yang sebenarnya. Bisa-bisa ibuku akan semakin nelangsa.
Benarkah pernikahan itu menjadi akhir episode malapetaka di kehidupanku, ternyata tidak. Nana rupanya tak rela melepasku begitu saja. Dengan berbagai alasan, meski aku dan Elis telah menempati rumah sendiri, dia selalu datang. Bahkan hampir setiap hari, dengan berbagai alasan, khawatir dengan keadaan Elislah, minta aku memarkirkan mobilnyalah ... dan alasan lain yang tidak pernah putus. Bahkan suatu saat dia terang-terangan mengatakan cemburu melihatku sangat memperhatikan Elis. Dia menangisiku, mencoba mencumbuku, namun kukatakan padanya bahwa aku ini menantunya, suami Elis anaknya. Nana marah, dan kemarahannya ternyata berakibat fatal. Dia jadi sangat sensitif dan uring-uringan, terutama kepada Elis. Bahkan, pernah suatu kali Elis dengan perut gendutnya itu ditampar dan didamprat dengan kata-kata yang sangat kasar. Entahlah, kekuatan apa yang tiba-tiba menyertaiku. Aku pun membalaskan tamparan itu di wajah Nana ... mertuaku, mantan kekasihku itu ...
Nana kaget bukan kepalang. Seperti tak percaya yang dialaminya, diapun menangis sejadi-jadinya dan serta merta meninggalkan rumah tempat aku dan Elis tinggal. Sejak saat itu, dia tak pernah muncul, bahkan di saat yang sangat genting, saat Elis berjuang melawan maut untuk melahirkan anaknya pun, Nana tak datang.
Dan anehnya, aku pun seperti tak perduli. Aku bahkan merasa memiliki kekuatan lain ketika harus mendampingi Elis di saat-saat paling berat dalam hidupnya itu. Entahlah, sepertinya aku mulai merasakan benih-benih cinta dan ketulusan itu pada diri Elis dan sepertinya Elis juga merasakan hal yang sama denganku. Semoga ini memang benar cinta yang sesungguhnya. Kini anak itu sudah lahir, laki-laki, dan sudah hampir berusia dua bulan. Nana tak jua kunjung menjenguk cucunya itu. Begitu juga sang kakek, tak pernah menunjukkan batang hidungnya karena malu. Tapi aku tak perduli lagi, seperti aku juga tak perduli bila perkawinan kami adalah perkawinan kontrak. Itu hanya masalah teknis ...yang penting aku dan Elis sudah sama-sama satu hati.[Sumber:jongjava.com]
0 Leave Your Comment :
Post a Comment
Thanks you for your visit please leave your Comment