Kumpulan Puisi-puisi Johannes Sugianto
Tuan BakrieTuan bakrie yang suka membagi rejeki jangan marah soal bonus bagi para garuda rakyat mengerti kau berharta bukankah kau dikenal sebagai saudagar membuat pesta dengan yang hanya diimpikan saja?
rakyat hanya ingin gembira dalam sepakbola di tengah jeratan nasih yang makin sia-sia di tengah republik yang kaya tapi entah kemana hasilnya rakyat hanya ingin berteriak melempar gundah sembari mengais kembali cinta pada negeri ini
tapi kau diamkan saja badut yang membawa uang sekardus yang disebutnya milik sendiri atas nama organisasi apakah salah jika ada tanya siapakah tuan sebenarnya saudagar baik hati ataukah pemilik pssi?
jika begitu rakyat akan teringat lagi lumpur yang belum mengering di sidoarjo duka yang terbenam diam dalam sepi dan rakyat juga terbangunkan lagi kau adalah pencipta perih itu
tuan bakrie, rakyat negeri ini mudah memberi maaf dengan ingatan pendek seperti usia embun tapi mereka juga tak selalu tertegun akan sejarah yang tertimbun lalu menjelma dalam tawa dalam koran atau televisi
tapi tak usah kau curiga pada rakyat sendiri mereka hanya ingin bergembira tak mau bola dicat dengan bendera politik mana mereka hanya ingin tontotan meriah sambil mengibarkan bendera merah putih saja dan juga bermimpi menjadi saudagar kaya
tuan bakrie yang baik hati selamat datang di dunia sepakbola yang indah dengan operan dan penalti sembari menertawakan diri sendiri
omah, 2011
Bola Puisi
di negeri penyair berkata-kata itu seperti bermain sepakbola kata-kata dioper dan digiring menjadi kalimat kalimat ditendang menjadi bait dan bait dilesakkan ke dalam gawang hati menjadi puisi dikirim ke media, jadi buku atau dibiarkan dibaca sepi
di negeri sepakbola pemimpinnya pandai berkata-kata kadang dalam formasi empat-empat dua kadang memakai empat tiga-tiga “pengamat dan penonton tak mengerti organisasi”, katanya sambil menyembah fifa yang lebih dari raja dan mengenakan jubah atas nama peraturan kerjaaan entah
suatu ketika penyair bertandang ke negeri sepakbola ia hanya tahan sehari saja bergegas ia ke stasiun memesan tiket kereta malam sambil memberitahu isterinya yang sedang menimang puisi “bu, aku pulang saja, di sini puisi ditendang bola hingga pecah kaca jendela sebuah penjara”
penyair itu tak mau menjadi seperti kaca retak dan berkeping hingga terluka “menelusuri lorong puisi saja sudah berdarah-darah”, gumamnya sambil menatap malam yang diam saja
sejak itu penyair tak mau lagi bermain bola dan menjaga ketat setiap puisinya
pagi, 2011
Cabe Penyair
siang itu penyair sedang kegerahan selembar koran berkeringat dibuatnya hingga huruf-hurufnya menetes di lantai makan siang terasa membosankan tanpa sambal kesukaan
“cabe mahal, tidak lagi semurah honor puisi”, sungut sang isteri sambil menonton rakyat mengumpat harga cabe di televisi dan pembesar negeri berkata “tanam saja cabe di pekarangan sendiri” sambil pura-pura lupa betapa kaya republik yang makin sakit ini
puisinya masih berserakan di bawah meja dilihatnya semua menggigil “kenapa kalian, bukankah sekarang kemarau?”, tanyanya puisi yang dibuatnya bulan lalu menjawab “kami ketakutan akan ditanam seperti cabe”. penyair turut terdiam ia turut menggigil seperti kena demam
solo, 2011
RIP : Cabe
selesai sudah pemakaman pagi itu tanah masih basah oleh air mata yang ditinggalkan para wanita
di batu nisan tertulis namaku : cabe
solo, 2011
Dari jendela
waktu begitu cepat memutih seperti uban yang letih deretan jendela diam saja dari seberang yang menjelma bayang
kita pernah duduk di situ dengan secangkir airmata yang telah beku dalam cerita
sore, 2011
• Johannes Sugianto adalah penyair yang suka bola, sudah menerbitkan kumpulan puisinya “Di Lengkung Alis Matamu” dan saat ini sedang menyiapkan kelahiran bukunya lagi.
0 Leave Your Comment :
Post a Comment
Thanks you for your visit please leave your Comment