Breaking News
Loading...
Loading...
Sep 20, 2010

Ssttt...Diam-diam Miliaran Sel Tubuh Kita Bunuh Diri

Diam-diam, miliaran sel dalam tubuh kita melakukan aksi bunuh diri massal setiap hari. Kalau itu betul terjadi, kok kita tidak ikutan mati? Beruntung, aksi bunuh diri yang satu ini justru memberi manfaat buat kita.

Ini bukan pasukan bunuh dirinya Presiden Irak Saddam Hussein yang dulu digempur habis-habisan oleh tentara Sekutu pimpinan AS dalam Perang Teluk jilid kedua. Namun, ini sel-sel sehat yang mati tanpa sebab yang jelas. Setiap hari ada saja sel dalam tubuh yang tewas bunuh diri. Jumlahnya tak tanggung-tanggung, 70 miliar sel per hari.

Peristiwa yang dinamai apoptosis ini diamati untuk pertama kalinya oleh Andrew Wyllie pada 1970-an. Apoptosis yang berasal dari bahasa Yunani dan berarti rontok itu memang mirip peristiwa daun yang berguguran dari pohonnya.

Pertanyaannya kemudian, jika miliaran sel tubuh pada mati setiap hari, mengapa kita kok tidak ikut mati? Pertanyaan lain yang tidak kalah menarik, kenapa pula sel-sel tubuh kita melakukan tindakan bunuh diri, dan apakah peristiwa itu bisa dicegah?




Fenomena bunuh diri sel itu sebenarnya sudah dimulai sejak awal masa embrio, tetapi kemudian terus berlanjut di sepanjang usia kita. Kematian atau bunuh diri miliaran sel yang terjadi bukan dalam fase perkembangan embrio itu seolah-olah merupakan kematian sia-sia.

Jika peristiwa itu terjadi dalam fase perkembangan embrio, mungkin masih bisa dipahami. Sebab, dalam fase ini terjadi "pemahatan" bagian-bagian tubuh. Dalam kegiatan "pemahatan", bagian-bagian yang tidak diperlukan harus mati dan dilepaskan.

Ambil contoh, bagian tangan. Ketika baru saja terbentuk, calon tangan itu terlihat hanya seperti sekop. Untuk membentuk jari-jari tangan, maka harus ada sel-sel pada jaringan di antara jari-jemari itu yang mati dan dilepaskan.

Analoginya, kecebong yang memiliki ekor akan mengalami kematian sel pada bagian ekornya sehingga ia dapat tumbuh menjadi katak tanpa ekor. Dr. John Yeh, pakar endokrinologi reproduktif dari Universitas Buffalo, Amerika Serikat, mengatakan, "Apoptosis semacam itu memungkinkan organ tubuh membentuk model dirinya dan mengaturnya kembali."

Namun, pada peristiwa di luar fase perkembangan embrio terdapat peristiwa kematian sel yang belum jelas tujuannya. Meskipun demikian, sebagian pakar menyatakan, peristiwa itu mungkin sangat penting dalam menjaga keseimbangan populasi sel pada tubuh orang sehat.

Kematian sel, yang kemudian digantikan oleh sel baru, dapat pula dikatakan sebagai peremajaan sel yang membuat kita tetap hidup sehat dan bugar. Akan tetapi, sampai pada usia tertentu kemampuan pergantian sel itu akan menurun. Lalu, terjadilah apa yang kemudian dikatakan sebagai permasalahan lanjut usia (geriatrik).

Dalam fenomena sel-sel melakukan bunuh diri ini - meskipun sel-sel berada dalam keadaan benar-benar sehat - mereka meng-aktifkan suatu program kematian dalam dirinya sendiri. Proses ini dinamakan oleh para pakar sebagai kematian sel terprogram. Sifat program kematian itu tetap saja masih misterius, sekalipun sudah semakin banyak pakar biologi yang mencoba membuka tabirnya.

Prof. Raff, ketua tim riset pada MRC Laboratory for Molecular Cell Biology University College London, menduga, semua sel tubuh sesungguhnya diprogram untuk membunuh dirinya sendiri secara otomatis, kecuali jika ada sel-sel lain yang melarangnya. Agar sebuah sel tetap hidup, ia harus berkomunikasi terus-menerus dengan sel-sel lain.

Mekanisme yang sederhana ini menunjukkan, sebuah sel hanya bisa hidup di tempat yang memerlukannya dan selama ia diperlukan. Apabila suatu sel tidak mendapatkan sinyal yang melarangnya untuk bunuh diri, sel itu akan membunuh dirinya sendiri.
Sumber Tribunnews.com 

0 Leave Your Comment :

Post a Comment

Thanks you for your visit please leave your Comment

Back To Top