Hebat ! Ada Mobile Advertising, Bisnis Baru Operator?
Jutaan dollar dikeluarkan hanya untuk menampilkan eksistensi citra produk dan perusahaan. Tapi banyak perusahaan yang tidak tahu, apakah ongkos yang mereka keluarkan memberi dampak signifikan atau tidak.Di sinilah kemudian muncul tawaran untuk memanfaatkan konsumen industri seluler sebagai sebuah terobosan. Hasilnya, menurut catatan AdMob, pada tahun 2008, permintaan akan mobile advertising (mobile ad) di Indonesia menduduki urutan kedua setelah Amerika Serikat. Dari 20 negara, persentase Indonesia cukup besar, yaitu 22,4 persen, sementara negeri Paman Sam meraih 39,3 persen. India, Inggris, Filipina, Afrika Selatan, yang berada di bawah Indonesia, malah tak sampai 10 persen. Secara total, trafik mobile advertising di Indonesia mencapai lebih dari 1,1 milyar.
Tidak saja unggul dalam penggunaan Facebook dan Twitter, diam-diam iklan bergerak yang disebar lewat perangkat ponsel mengalami pelonjakan luar biasa di Indonesia.
Namun data luar biasa justru disodorkan oleh BuzzCity. Perusahaan berbasis mobile ini mendudukkan Indonesia sebagai yang tertinggi di dunia, yaitu sebesar 3 milyar iklan mobile per kuartal. India di bawahnya dan hanya mencapai 1 milyar saja.
Dari layanan mobile ad tersebut, eMarketer mencatat terjadi kenaikan yang amat signifikan. Tahun 2006, pendapatan iklan dari jasa ini meraih angka 1,5 milyar dollar secara global. Tahun berikutnya naik nyaris dua kali lipat, 2,8 milyar dollar. Tahun 2008 menembus angka 5 milyar dollar.
Namun tahun 2009 seiring dengan krisis yang terjadi di banyak negara, meski mengalami kenaikan, tapi hanya menoreh pendapatan 7,5 milyar dollar. Tahun ini, diperkirakan akan meraih 11,5 milyar dollar di seluruh dunia. Artinya, setiap tahun terjadi progresifitas rata-rata sekitar 50 persen.
MENGAPA MOBILE AD?
Real Networks melaporkan bahwa 25 persen dari pengguna ponsel di seluruh dunia pada tiga tahun silam mengakses ke internet. Data lain menyebutkan, bahwa akses internet di tahun tersebut, 30 persennya justru dilakukan lewat ponsel. Sementara itu, Juniper Research memprediksikan sampai tahun 2013 pengguna ponsel yang menggunakan internet mobile akan mencapai 1,7 milyar di seluruh dunia.
Dengan data ini, peluang mobile ad memang sangat luar biasa. Target iklan juga bisa ditentukan sesuai keinginan pemasang iklan. Tentu saja tak perlu menunggu jadwal tayang, karena bisa dilakukan dengan segera dan real time.
Blog.buzzcity.com menyebutkan pula demografi berdasarkan usia para pengakses internet mobile. Di kawasan Asia Pasifik, pengguna umur 20 hingga 25 tahun adalah yang terbesar (34 persen), disusul umur 25 – 30 tahun (24 persen). Sementara pengguna usia 15-20 tahun sebesar 15 persen, sisanya yang 14 persen dari usia 30-35 tahun.
RAGAM MOBILE AD
Ini adalah cara beriklan baru yang paling presisi untuk menentukan target. Produsen ingin melakukan pendekatan yang lebih pasti dan terjamin kepada konsumen yang menjadi segmennya.
Calvin Klein “menembak” para pengguna ponsel lewat program CKIN2U. Konsumen ditawari produk baru dengan cara beli satu dapat dua. Itu pun masih ditambah iming-iming hadiah berupa ipod. Agar tak sekadar promosi semata, software dalam format splash itu disertai akses untuk memilih beraneka macam wallpaper. Kesannya, ya jualan, ya bagi gratis aplikasi. Agar promosi ini tersebar dari konsumen ke konsumen lewat metode “words of mouth” diberikan pula opsi untuk pengiriman (send) ke konsumen lain. Barangkali memang ada kawan yang cinta produk CK.
Sementara Burger King, si raja burger itu, menggandeng Maroon 5, grup pop rock asal Amerika dalam salah satu lagunya untuk promo. Ketika lagu band ini masuk di toko musik digital salah satu produk ponsel, secara otomatis Burger King pun tampil pula di sana. Kolaborasi Burger King – Maroon 5 adalah kreativitas marketing yang dikemas dalam format lain.
Contoh lain yang dilakukan oleh Nintendo lewat gim Mario Bros.-nya. Diam-diam ketika Anda bermain gim fenomenal ini, tampak brand Coca Cola lengkap dengan kalengnya di layar. Lalu, melintas pula balon terbang bertuliskan Good Year.
Gerai kopi internasional, StarBucks, menebar MMS yang berisi promosi produk baru dan calon pembelinya bakal mendapat gratis kopi late. Syaratnya cukup menunjukkan MMS yang berisi kode QR ke kafe StarBucks. Cara serupa dilakukan McDonalds yang malah disertai foto burger yang supertebal.
Kreativitas tentulah terus bertumbuh seiring dengan makin munculnya berbagai aplikasi dan layanan digital dalam bentuk social networking maupun LNS (Location Network Services) seperti Korpol, FourSquare, dan lan-lain.
Munculnya perusahaan seperti BuzzCity kian mendorong perolehan iklan, khususnya lewat aplikasi yang kian menjamur lantaran semakin banyaknya application store dengan berbagai ragam platform. Perusahaan yang bermarkas di Singapura ini menawarkan iklan dalam bentuk banner untuk dipasang di aplikasi buatan para pengembang. Para pemasang iklan mendapat kepastian target yang mereka minta dari BuzzCity. Misalnya berdasarkan negara, pekerjaan, jenis ponsel, sistem operasi ponsel, jenis kelamin, dan lainnya. Sementara pengembang aplikasi akan memperoleh tambahan pendapatan dari iklan.
Jika pemasang iklan meminta opsi khusus seperti menu panggilan atau SMS ke nomor tertentu (umpamanya ke customer service), termasuk pula keperluan survei maupun polling, BuzzCity menyediakan layanan ini.
Pada kenyataannya, model bisnis yang dilakukan pada layanan mobile ad memang memadukan antara bisnis iklan dan bisnis perangkat lunak (software). Perangkat telekomunikasi seperti ponsel (bahkan pula netbook, tablet PC, modem) dan jaringan seluler adalah “kendaraan”-nya (Jurnal “Business Models in the Emerging Context of Mobile Advertising”, Hanna Komulainen, dkk, 2004).
MEMANGKAS BIROKRASI
Dalam jurnal yang ditulis oleh para peneliti dan profesor Universitas Oulu, Finlandia ini, disebutkan bahwa penentuan model bisnis sangat beragam. Hal ini tergantung pada kebutuhan apa yang hendak dicapai oleh sebuah perusahaan untuk meningkatkan pendapatan dengan berdasarkan pada target konsumen spesifik yang dibidik, jenis produk, dan posisi bisnis yang dijalankan dalam rantai bisnis itu sendiri.
Pihak pemasang iklan juga lebih mudah dalam melakukan eksekusi. Sangat berbeda dengan iklan tradisional di media cetak maupun tradisional yang melibatkan banyak pihak. Ada biro iklan, pihak produser dan pasca-produksi, dan lainnya.
Dengan mobile ad memangkas banyak jalur. Kreativitas tetap diperlukan, namun bukan dalam konteks penampilan dan estetika produk iklan. Iklan mobile membutuhkan kecerdasan dalam membuat formatnya, yang dikemas dalam tampilan pada layar yang mungil, dan tentu saja terbuka untuk terintegrasi dengan berbagai layanan dan interaktif. Oleh sebab itu, ketika bentuk iklan telah ditentukan, selanjutnya bagian pembuat software-lah yang meneruskan kreatif berikutnya.
MENCARI JALUR YANG TEPAT
Pada 2008, menurut catatan Strategy Analytics, jalur mobile ad yang paling besar adalah memanfaatkan web (termasuk WAP) untuk display yang mencapai 70 persen. Sementara SMS dan MMS hanya 10 persen saja. Lewat jalur aplikasi dan gim masing-masing hanya di angka 3 persen.
Namun di tahun 2012, seiring dengan perkembangan teknologi ponsel dan layanannya (termasuk toko aplikasi), jalur aplikasi dan gim lah yang akan meningkat tajam. Diramalkan akan naik dua hingga tiga kali lipat. Sementara iklan yang memanfaatkan web turun delapan persen. Begitu halnya dengan SMS dan MMS yang turun sampai empat persen.
Bisnis mobile ad pada intinya berbasis pada data konsumen. Siapa konsumen yang akan dibidik adalah kuncinya. Maka peran operator sebagai penyedia layanan jaringan sekaligus pemilik data konsumen menjadi sangat penting. Sebab, pengiklan tentu saja sangat membutuhkan data spesifik untuk menyebarkan iklannya.
Pengiklan hanya membutuhkan data dan nomor konsumen yang akan memperoleh pesan dari perusahaan (Hanna Komulainen, dkk, 2004). Komulanen, dkk, menyebutkan pula bahwa para “pelaku” iklan secara otomatis akan berkurang jika operator mengambil alih dan berfungsi pula sebagai mobile advertising service provider (MASP).
Artinya, ini menjadi peluang bagi operator, dan bisa jadi “mimpi buruk” bagi industri media tradisional dan agensi iklan. Sumber Kompas.com
0 Leave Your Comment :
Post a Comment
Thanks you for your visit please leave your Comment