WTS di Jalanan, AIDS Bertebaran
Persoalan prostitusi terus menjadi kontroversi di Afrika Selatan selama Piala Dunia 2010. Ada yang berpendapat agar prostitusi dilegalkan, tapi dilokalisasi, untuk menyambut Piala Dunia 2010. Namun, partai berkuasa (African National Congress) menolaknya, bahkan akhirnya melarang prostitusi.Meski begitu, praktik prostitusi tetap saja ada. Mereka kini bertebaran di hotel-hotel, tempat pertandingan, juga di jalan-jalan.
Modusnya bisa bermacam-macam. Di jalanan, seorang wanita berdiri. Kemudian, dia akan melambaikan tangannya jika ada mobil lewat. Terkesan seperti ingin minta tumpangan, tapi kemudian menawarkan jasa prostitusi.
Terkadang, di seputar stadion ada saja dua atau tiga wanita yang mondar-mandir. Kemudian, mereka akan mengajak bicara untuk menjajaki transaksi seksual.
Beda lagi di hotel-hotel. Praktik prostitusi menggunakan makelar. Sang makelar itulah yang akan aktif mencari pelanggan. Dia biasanya menunjukkan foto wanita-wanita cantik. Pelanggan tinggal memesan dan menunjukkan nomor kamarnya. Dalam sekejap, wanita yang dia inginkan akan segera datang.
Mengontrol praktik prostitusi memang sulit karena sembunyi-sembunyi. Namun, polisi mudah mengendus praktik ini di jalanan. Mereka bahkan sering melakukan operasi dan menangkap para pelaku.
Namun, tetap saja banyak WTS bertebaran di jalan-jalan. Cirinya, mereka berdiri lama di pinggir jalan atau perempatan, tanpa beranjak ke mana pun juga. Biasanya, calon pelanggan akan mendatanginya dan bertransaksi.
Ketika Kompas.com menanyakan kepada seorang sopir, dia langsung menjawab, "Oh, mereka orang-orang yang kesulitan mencari kerja kemudian mencoba menyambung hidupnya di jalanan," kata Philip Treeby.
"Begitulah, Bung! Banyak pengangguran di sini dan setiap orang memikirkan dirinya sendiri. Pekerjaan sulit dan akhirnya banyak yang ambil jalan pintas dengan menjadi WTS, termasuk di jalan-jalan itu," ungkap Treeby.
Hal sama dikatakan sopir lain, Chris Mullins. Penduduk Eesterust yang sudah puluhan tahun menjadi sopir itu tahu betul modus dan gaya prostitusi di hotel atau jalanan.
"Stay away from them! Jauhi mereka jika Anda tak ingin terkena HIV/AIDS. Di sini banyak AIDS, Bung! Anda tak pernah tahu mereka mengidap penyakit mematikan itu atau tidak," saran Mullins.
AIDS, penyakit kekebalan yang belum ada obatnya itu, memang menjadi identitas baru Afsel. Jumlah warga pengidap penyakit itu di negeri ini diperkirakan sebagai yang terbesar. Menurut laporan UNAIDS tahun 2007 saja, ada 5.700.000 orang Afsel yang mengidap HIV/AIDS. Artinya, 12 persen dari 48 juta penduduk Afsel terkena penyakit itu.
Wajar jika Pemerintah Afsel melakukan pengawasan ketat praktik prostitusi selama Piala Dunia 2010. Ini salah satu cara mencegah penyebaran dari dalam atau ke luar. Hal itu pun terasa lebih karena AIDS sudah menjadi isu yang sensitif di negeri ini. Warga pedalaman terkadang begitu cepat menuduh pendatang sebagai pembawanya. Ini salah satu alasan munculnya xenophobia (kebencian kepada orang asing) yang berubah menjadi aksi pembantaian sejak 2000 dan puncaknya pada Maret 2008 dengan korban tewas 62 orang.
Selain itu, seks bebas sudah menjadi hal lumrah di Afsel. Ini semakin memudahkan penyebaran HIV/AIDS.
Prostitusi jalanan merupakan media penyebaran HIV/AIDS paling cepat. Bahkan, sebagian besar WTS yang beroperasi di jalanan mengidap penyakit itu.
Laporan Wartawan KOMPAS.com, Hery Prasetyo dari Afrika Selatan
JOHANNESBURG, KOMPAS.com —
Salam Sonia
0 Leave Your Comment :
Post a Comment
Thanks you for your visit please leave your Comment