Isotop Yodium Atasi Kanker Prostat
Kanker prostat merupakan penyebab kematian ketiga akibat kanker di Indonesia setelah kanker nasofaring dan kanker paru. Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi penyakit ini. Salah satu terobosan yang dilakukan adalah mencangkokkan isotop Iodium-125 pada jaringan kanker tersebut.Kanker prostat adalah tumor ganas yang tumbuh pada kelenjar prostat dalam sistem reproduksi pria. Sel ganas ini dapat menyebar secara metastasis dari prostat ke bagian tubuh lain, terutama tulang dan limpa. Penyakit ini, antara lain, dapat menimbulkan rasa sakit dan kesulitan saat buang air kecil dan disfungsi erektil.
Meski tergolong penyebab ketiga kematian akibat kanker—yang mencapai total sekitar 800.000 kasus per tahun—di Indonesia, menurut American Cancer Society, kanker prostat paling jarang dialami pria Asia, termasuk Indonesia. Sebaliknya, banyak dijumpai di Afrika, Eropa, dan Amerika Serikat.
Penanganan kanker prostat di Indonesia, seperti dikemukakan Netty Adelima Siagian dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dibedakan dalam stadiumnya. Pada stadium awal dilakukan prostatektomi—pengangkatan prostat dan radioterapi. Sedangkan pada stadium lanjut dilakukan kemoterapi.
Radioterapi pada kanker prostat stadium awal dapat berupa radiasi eksternal, yaitu menggunakan teknik konvensional, IMRT (Intensity Modulated Radiation Therapy) atau IGRT (Image Guided Radiation Therapy). IMRT adalah teknik pemberian radiasi dengan dosis sangat tinggi untuk jaringan tumor tanpa menimbulkan kerusakan berat pada jaringan normal di sekitarnya.
Belakangan ini dalam radioterapi di Indonesia diperkenalkan brakiterapi atau implantasi bahan radioaktif. Brakiterapi adalah terapi radiasi dengan mendekatkan sumber radiasi ke sumber penyakit. Penerapan teknik ini dapat mengatasi kelemahan radioterapi yang tidak fokus ke sasaran—yang berisiko terkena jaringan sehat.
Menurut Rohadi Awaludin dari Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka Badan Tenaga Nuklir Nasional (PRR Batan), brakiterapi merupakan metode yang telah lama terbukti efektif dalam penanganan kanker. ”Metode ini berpeluang besar menyelesaikan masalah kesehatan ini di Tanah Air,” ujarnya.
Keefektifannya dibuktikan pertama kali oleh Pierre Curie pada tahun 1901 ketika ia memanfaatkan jarum mengandung radioisotop radium untuk menangani tumor di Rumah Sakit St Louis, Paris. Dari percobaan itu diperoleh hasil bahwa tumor dapat mengecil setelah ditusuk jarum berisotop radium. Keberhasilan ini merupakan awal penerapan brakiterapi.
Sejalan dengan perkembangan teknologi produksi radioisotop, brakiterapi mengalami perkembangan pesat dengan memanfaatkan radioisotop buatan, yang memiliki waktu paruh pendek, sehingga tidak ada efek samping atau membahayakan tubuh pasien. Sedangkan radium yang digunakan pada masa awal pengenalan brakiterapi adalah Radium-226 yang memiliki masa paruh 1.600 tahun.
Hasil pengembangan teknologi produksi radioisotop adalah Iridium-192 yang dibuat melalui aktivasi neutron. Waktu paruh isotop iridium 73,8 hari dan radiasi maksimumnya 675 keV. Iridium-192 untuk terapi laju dosis rendah telah diproduksi di Indonesia. Sedangkan Ir-192 untuk laju dosis tinggi telah dikaji pengembangannya dengan memanfaatkan reaktor Gerrit A Siwabessy milik Batan di Puspiptek Serpong, urai Rohadi.
Iridium-192 adalah radioisotop pemancar sinar gamma energi tinggi. Ir-192 digunakan sebagai sumber tertutup yang didekatkan ke jaringan kanker, tidak diimplantasi ke dalamnya, jelas Kepala PRR Batan Abdul Mutalib.
Implantasi I-125
Belakangan Batan berhasil membuat Iodium-125 sejak tahun 2009 untuk brakiterapi dengan teknik implan atau pencangkokan. Isotop tersebut diproduksi menggunakan Xenon-Loop System. Saat ini hanya ada tiga negara di dunia yang memiliki Xenon-Loop System. Selain Indonesia adalah Amerika Serikat dan Kanada.
Iodium-125 yang diproduksi dari sasaran isotop Xenon-124 berbentuk gas berhasil diproduksi. Iodium-125 merupakan pemancar gamma murni dengan energi 35,5 keV. Radioisotop ini memiliki waktu paruh 60 hari. Radiasi gamma energi rendah merupakan radiasi yang efektif untuk penanganan kanker dan memiliki efek samping kecil.
Brakiterapi dapat dikatakan sebagai terapi yang bertarget pada sel-sel kanker saja. Keunggulan I-125 ini adalah radiasi gammanya sangat lemah, maka semua energi radiasi akan diserap seluruhnya oleh jaringan kanker melalui efek fotolistrik sehingga tidak ada radiasi gamma yang lolos masuk ke dalam jaringan sehat.
Butir I-125 yang seukuran biji beras pada brakiterapi saat ini sedang diuji coba di RS Hasan Sadikin sebelum disosialisasikan ke semua rumah sakit di Indonesia yang memiliki fasilitas radiologi dan lebih difokuskan untuk terapi kanker prostat, meskipun nantinya bisa digunakan untuk solid tumor lain yang berada dalam keadaan statis.
Pada masa mendatang radioisotop I-125 akan berperan sebagai terapi radiofarmaka yang sangat efektif karena mampu memancarkan Auger elektron yang efektif merusak DNA sel kanker. Penggunaan I-125 untuk mengatasi kanker prostat telah lama dilakukan di AS. Jumlah penderita kanker prostat di negeri Paman Sam ini sekitar 200.000 pasien per tahun.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 25 persen ditangani dengan brakiterapi menggunakan butir implan berupa mikrokapsul titanium yang di dalamnya dimasukkan radioisotop. Sebanyak 60 persen dari butir implan tersebut menggunakan radioisotop I-125, sedangkan sisanya menggunakan radioisotop Paladium-103.
Metode ini terbukti efektif untuk penanganan kanker prostat. Data dari Amerika Serikat menunjukkan, dalam satu dasawarsa terakhir tingkat penyembuhan kanker prostat menggunakan butir implan sebesar 80-93 persen.
Brakiterapi telah terbukti menjadi solusi masalah kesehatan di beberapa negara. Bahkan, di beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Jepang, penanganan kedokteran dengan brakiterapi telah menjadi salah satu tulang punggung dalam mengatasi masalah kesehatan.
Sumber http://kesehatan.kompas.com/read/2010/07/14/04331622/Isotop.Yodium.Atasi.Kanker.Prostat
OLEH : YUNI IKAWATI
www.focus-global.tk
0 Leave Your Comment :
Post a Comment
Thanks you for your visit please leave your Comment