Berbeda dengan
pekerja seks komersial yang menjual dirinya secara terbuka di tempat-tempat
prostitusi, mahasiswi yang terjun ke bisnis "
ayam kampus" cenderung
menutupi pekerjaannya itu dan hanya menjajakan jasanya kepada
orang-orang tertentu. Keamanan menjadi alasannya sebab mereka tidak mau
pekerjaannya itu diketahui orang lain.
Kini, dengan meledaknya
perkembangan media sosial via internet,
para ayam kampus pun
memanfaatkannya untuk "berbisnis". "Pembicaraan awal menggunakan FB
(Facebook), BBM (BlackBerry Messenger), atau YM (Yahoo Messenger). Jika
sudah, saya akan menghubungi untuk ketemuan. Kebanyakan dari klien saya
adalah om-om," ungkap BG, mahasiswi berumur 24 tahun yang mengaku sudah
dua tahun terjun ke dunia ini.
BG mengakui, tidak mudah
berkomunikasi dengan para ayam kampus. Sebab, semua harus melewati
rekomendasi dari teman seprofesi atau orang yang sudah pernah berkencan.
"Kami tidak ingin pribadi kami ketahuan atau tersebar di
mana-mana karena itu kami sangat sulit dicari. Orang-orang bilang kami
ini PSK high class," ujarnya.
Transaksi pun tidak bisa dilakukan
dalam satu hari jadi. Klien harus melakukan pendekatan ekstra untuk bisa
mengajak kencan. BG sendiri lebih senang diajak makan, dugem, atau
nonton. Baru setelah merasa nyaman, transaksi bisa dilakukan.
Usaha ekstra untuk bisa bertemu dan berhubungan itulah yang membuat para klien merasa penasaran.
"Ketika
mereka sudah penasaran, kami bisa meminta harga mahal. Itulah untungnya
jika transaksi dilakukan lewat media sosial," paparnya.
BG juga
mengaku pernah hampir jatuh cinta dengan kliennya. Intensitas pertemuan
dan perhatian pelanggannya itu membuatnya jatuh hati.
"Karena merasa tidak pantas, akhirnya saya memutuskan menjauh," ungkap BG.
Tarif
ayam kampus memang tergolong mahal, terlebih jika dibandingkan dengan
PSK di lokalisasi. Untuk sekali booking, diperlukan biaya Rp 500.000
sampai Rp 800.000. Harga itu belum termasuk pengeluaran untuk belanja
dan makan.
"Tarif kencan tergantung di mana ayam kampus itu
kuliah. Kalau kuliah di universitas terkenal, tarifnya akan lebih mahal
dibandingkan dengan yang kuliah di universitas yang biasa-biasa saja,"
ujar BG lagi.
Berbeda pula dengan PSK di lokalisasi, BG mengaku,
dalam satu bulan ayam kampus biasanya hanya melayani dua-tiga klien.
Klien yang dilayani pun kebanyakan menjadi pelanggan tetap. "Kadang,
kalau lagi males, ya, bisa satu bulan tidak cari klien. Namun, kalau
lagi kebutuhan banyak, bisa beberapa kali kencan," ucapnya.
Mereka
pun lebih memilih tempat kencan yang aman dan cenderung berkelas. "Saya
lebih menikmati dan merasa aman jika dilakukan di hotel atau vila di
Kaliurang. Lebih aman dan kemungkinan bertemu dengan orang yang kenal
sedikit," ujarnya.
sumber