Pak Vito(bukan nama yang sebenarnya) adalah ketua RT
di daerah tempat aku tinggal. Ia sering datang
ke rumahku untuk keperluan menagih iuran daerah dan biaya air ledeng.
Dia adalah seorang pria berusia sekitar 50 tahunan dan mempunyai dua
istri. Benar kata orang bahwa
dia ini seorang bandot tua, buktinya
ketika di rumahku kalau aku lewat di depannya, seringkali matanya
jelalatan menatap padaku seolah-olah matanya tembus pandang ke balik
pakaianku. Bagiku sih tidak apa-apa, aku malah senang kalau tubuhku
dikagumi laki-laki, terkadang aku memakai baju rumah yang seksi kalau
lewat
di depannya. Aku yakin di dalam pikirannya pasti penuh hal-hal
yang jorok tentangku.
Pada suatu hari aku sedang
di rumah
sendirian. Aku sedang melakukan fitness untuk menjaga bentuk dan stamina
tubuhku di ruang belakang rumahku yang tersedia beberapa peralatan
fitness. Aku memakai pakaian yang enak dipakai dan menyerap keringat
berupa sebuah kaus hitam tanpa lengan dengan belahan dada rendah
sehingga
buah dadaku yang montok itu agak tersembul keluar terutama
kalau sedang menunduk apalagi aku tidak memakai BH, juga sebuah celana
pendek ketat merk ‘Nike’ yang mencetak pantatku yang padat berisi. Waktu
aku sedang melatih pahaku dengan sepeda fitness, tiba-tiba terdengar
bel berbunyi, segera saja kuambil handuk kecil dan mengelap keringatku
sambil berjalan ke arah pintu. Kulihat dari jendela, ternyata Pak Vito
yang datang, pasti dia mau menagih biaya ledeng, yang dititipkan ayah
padaku tadi pagi.
Kubukakan pagar dan kupersilakan dia masuk.
“Silakan
Pak duduk dulu ya, sambil nunggu saya ambil uangnya” senyumku dengan
ramah sambil mempersilakannya duduk di ruang tengah.
“Kok sepi sekali Dik, kemana yang lain?”
“Papa hari ini pulangnya malam, tapi uangnya udah dititip ke saya kok, Mama juga lagi arisan sama teman-temannya”.
Seperti
biasa matanya selalu saja menatapi tubuhku, terutama bagian dadaku yang
agak terlihat itu. Aku juga sadar kalau dadaku sempat diintip olehnya
waktu menunduk untuk menaruh segelas teh untuknya.
“Minum Pak”,
tawarku lalu aku duduk di depannya dengan menyilangkan kaki kananku
sehingga pahaku yang jenjang dan putih itu makin terlihat.
Nuansa
mesum mulai terasa di ruang tamuku yang nyaman itu. Dia menanyaiku
sekitar masalah anak muda, seperti kuliah, hoby, keluarga, dan
lain-lain, tapi matanya terus menelanjangiku.
“Dik Citra lagi olah raga yah, soalnya badannya keringatan gitu terus mukanya merah lagi” katanya.
“Iya
nih Pak, biasa kan cewek kan harus jaga badan lah, cuma sekarang jadi
pegel banget nih, pengen dipijat rasanya, Bapak bisa bantu pijitin
nggak?” godaku sambil mengurut-ngurut pahaku.
Tanpa diminta lagi dia
segera bangkit berdiri dan pindah ke sebelahku, waktu berdiri
kuperhatikan ia melihat putingku yang menonjol dari balik kausku, juga
kulihat penisnya ngaceng berat membuatku tidak sabar mengenggam benda
itu.
“Mari Dik, kesinikan kakinya biar Bapak pijat”
Aku lalu
mengubah posisi dudukku menjadi menyamping dan menjulurkan kakiku ke
arahnya. Dia mulai mengurut paha hingga betisku. Uuuhh.. pijatannya
benar-benar enak, telapak tangannya yang kasar itu membelai pahaku yang
putih mulus hingga membangkitkan birahiku. Akupun mendesah-desah sambil
menggigit bibir bawahku.
“Pijatan Bapak enak ya Dik?” tanyanya.
“Iya
Pak, terus dong.. enak nih.. emmhh!” aku terus mendesah membangkitkan
nafsu Pak Vito, desahanku kadang kusertai dengan geliat tubuh.
Dia semakin berani mengelus paha dalamku, bahkan menyentuh pangkal pahaku dan meremasnya.
“Enngghh.. Pak!” desahku lebih kuat lagi ketika kurasakan jari-jarinya mengelusi bagian itu.
Tubuhku
makin menggelinjang sehingga nafsu Pak Vito pun semakin naik dan tidak
terbendung lagi. Celana sportku diperosotkannya beserta celana dalamku.
“Aaww.. !” aku berlagak kaget sambil menutupi kemaluanku dengan telapak tanganku.
Melihat
reaksiku yang malu-malu kucing ini dia makin gemas saja, ditariknya
celanaku yang sudah tertarik hingga lutut itu lalu dilemparnya ke
belakang, tanganku yang menutupi kemaluan juga dibukanya sehingga
kemaluanku yang berambut lebat itu tampak olehnya, klitorisku yang merah
merekah dan sudah becek siap dimasuki. Pak Vito tertegun beberapa saat
memandangiku yang sudah bugil bagian bawahnya itu.
“Kamu memang sempurna Dik Citra, dari dulu Bapak sering membayangkan ngentotin kamu, akhirnya hari ini kesampaian juga”, rayunya
Dia
mulai melepas kemejanya sehingga aku dapat melihat perutnya yang
berlemak dan dadanya yang berbulu itu. Lalu dia membuka sabuk dan
celananya sehingga benda dibaliknya kini dapat mengacung dengan gagah
dan tegak. Aku menatap takjub pada organ tubuh itu, begitu besar dan
berurat aku sudah tidak sabar lagi menggenggam dan mengulumnya. Pak Vito
begitu membuka pahaku lalu membenamkan kepalanya di situ sehingga
selangkanganku tepat menghadap ke mukanya.
“Hhmm.. wangi, pasti Adik
rajin merawat diri yah” godanya waktu menghirup kemaluanku yang kurawat
dengan apik dengan sabun pembersih wanita.
Sesaat kemudian kurasakan
benda yang lunak dan basah menggelitik vaginaku, oohh.. lidahnya
menjilati klitorisku, terkadang menyeruak ke dalam menjilati dinding
kemaluanku. Lidah tebal dan kumisnya itu terasa menggelitik bagiku, aku
benar-benar merasa geli di sana sehingga mendesah tak tertahan sambil
meremasi rambutnya. Kedua tangannya menyusup ke bawah bajuku dan mulai
meremas buah dadaku, jari-jarinya yang besar bermain dengan liar disana,
memencet putingku dan memelintirnya hingga benda itu terasa makin
mengeras.
“Pak.. oohh.. saya juga mau.. Pak!” desahku tak tahan lagi ingin mengulum penis itu.
“Kalau begitu Bapak di bawah saja ya Dik” katanya sambil mengatur posisi kami sedemikian rupa menjadi gaya 69.
Aku
naik ke wajahnya dan membungkukkan tubuhku, kuraih benda kesukaanku
itu, dalam genggamanku kukocok perlahan sambil menjilatinya. Kugerakkan
lidahku menelusuri pelosok batang itu, buah pelirnya kuemut sejenak,
lalu jilatanku naik lagi ke ujungnya dimana aku mulai membuka mulut siap
menelannya. Oohh.. batang itu begitu gemuk dan berdiameter lebar persis
seperti tubuh pemiliknya, sehingga akupun harus membuka mulutku
selebar-lebarnya agar bisa mamasukkannya.
Aku mulai mengisapnya
dan memijati buah pelirnya dengan tanganku. Pak Vito mendesah-desah enak
menikmati permainanku, sementara aku juga merasa geli di bawah sana,
kurasakan ada gerakan memutar-mutar di dalam liang vaginaku oleh
jarinya, jari-jari lain dari tangan yang sama mengelus-elus klitoris dan
bibir vaginaku, bukan itu saja, lidahnya juga turut menjilati baik anus
maupun vaginaku. Sungguh suatu sensasi yang hebat sekali sampai
pinggulku turut bergoyang menikmatinya, juga semakin bersemangat
mengulum penisnya. Selama 10 menitan kami menikmatinya sampai ada
sedikit terganggu oleh berbunyinya HP Pak Vito. Aku lepaskan penisnya
dari mulutku dan menatap padanya.
Pak Vito menyuruhku mengambil
HP-nya di atas meja ruang tamu, lalu dia berkata, “Ayo Dik, terusin dong
karaokenya, biar Bapak ngomong dulu di telepon”.
Aku pun tanpa
ragu-ragu menelan kembali penisnya. Dia bicara di HP sambil penisnya
dikulum olehku, tidak tau deh bicara dengan siapa, emang gua pikirin,
yang pasti aku harus berusaha tidak mengeluarkan suara-suara aneh.
Tangan satunya yang tidak memegang HP terus bekerja di selangkanganku,
kadang mencucuk-cucukkannya ke vagina dan anusku, kadang meremas
bongkahan pantatku. Tiba-tiba dia menggeram sambil menepuk-nepuk
pantatku, sepertinya menyuruhku berhenti, tapi karena sudah tanggung aku
malahan makin hebat mengocok dan mengisap penis itu sampai dia susah
payah menahan geraman nikmatnya karena masih harus terus melayani
pembicaraan. Akhirnya muncratlah cairan putih itu di mulutku yang
langsung saya minum seperti kehausan, cairan yang menempel di penisnya
juga saya jilati sampai tak bersisa.
“Nggak kok.. tidak apa-apa.. cuma tenggorokkan saya ada masalah dikit” katanya di HP.
Tak
lama kemudian dia pun menutup HP nya, lalu bangkit duduk dan
menaikkanku ke pangkuannya, tangan kirinya dipakai menopang tubuhku.
“Wah..
Dik Citra ini bandel juga ya, tadi kan Bapak udah suruh stop dulu, ee..
malah dibikin keluar lagi, untung nggak curiga tuh orang” katanya
sambil mencubit putingku.
“Hehehe.. sori deh Pak, kan tadi tanggung makannya saya terusin aja, tapi Bapak seneng kan” kataku dengan tersenyum nakal.
“Hmm.. kalo gitu awas ya sekarang Bapak balas bikin kamu keluar nih” seringainya.
Lalu
dengan sigap tangannya bergerak menyelinap diantara kedua pangkal
pahaku. Jari tengah dan telunjuknya menyeruak dan mengorek-ngorek
vaginaku, aku meringis ketika merasakan jari-jari itu bergerak semakin
cepat mempermainkan nafsuku.
Pak Vito menurunkan kaos tanpa
lenganku dari bahu dan meloloskannya lewat lengan kananku, sehingga kini
payudara kananku yang putih montok itu tersembul keluar. Dengan penuh
nafsu langsung dia lumat benda itu dengan mulutnya. Aku menjerit kecil
waktu dia menggigit putingku dan juga mengisapnya kuat-kuat, bulatan
mungil itu serasa makin menegang saja. Dia membuka mulutnya lebar-lebar
berusaha memasukkan seluruh payudaraku ke mulutnya, di dalam mulutnya
payudaraku disedot, dikulum, dan dijilat, rasanya seperti mau dimakan
saja milikku itu. Sementara selangkanganku makin basah oleh permainan
jarinya, jari-jari itu menusuk makin cepat dan dalam saja. Hingga suatu
saat birahiku terasa sudah di puncak, mengucurlah cairan cintaku dengan
deras. Aku mengatupkan pahaku menahan rasa geli di bawahku sehingga
tangannya terhimpit diantara kedua paha mulusku.
Setelah dia
cabut tangannya dari kemaluanku, nampak jari-jarinya sudah belepotan
oleh cairan bening yang kukeluarkan. Dia jilati cairanku dijarinya itu,
aku juga ikutan menjilati jarinya merasakan cairan cintaku sendiri.
Kemudian dia cucukkan lagi tangannya ke kemaluanku, kali ini dia
mengelus-ngelus daerah itu seperti sedang mengelapnya. Telapak tangannya
yang penuh sisa-sisa cairan itu dibalurinya pada payudaraku.
“Sayang kalo dibuang, kan mubazir” ucapnya.
Kembali
lidahnya menjilati payudaraku yang sudah basah itu, sedangkan aku
menjilati cairan pada tangannya yang disodorkan padaku. Tanganku yang
satu meraba-raba ke bawah dan meraih penisnya, terasa olehku batang itu
kini sudah mengeras lagi, siap memulai aksi berikutnya.
“Enggh.. masukin aja Pak, udah kepingin nih”.
Dia
membalik tubuhku, tepat berhadapan dengannya, tangan kananya memegangi
penisnya untuk diarahkan ke vaginaku. Aku membukakan kedua bibir
vaginaku menyambut masuknya benda itu. Setelah kurasakan pas aku mulai
menurunkan tubuhku, secara perlahan tapi pasti penis itu mulai terbenam
dalam kemaluanku. Goyanganku yang liar membuat Pak Vito mendesah-desah
keenakan, untung dia tidak ada penyakit jantung, kalau iya pasti sudah
kumat. Kaosku yang masih menyangkut di bahu sebelah kiri diturunkannya
sehingga kaos itu menggantung di perutku dan payudara kiriku tersingkap.
Nampak sekali bedanya antara yang kiri yang masih bersih dengan bagian
kanan yang daritadi menjadi bulan-bulanannya sehingga sudah basah dan
memerah bekas cupangan.
Kedua tangannya meremas-remas kedua
payudaraku, ketika melumatnya terkadang kumisnya yang kasar itu
menggesek putingku menimbulkan sensasi geli yang nikmat. Lidahnya
bergerak naik ke leherku dan mencupanginya sementara tangannya tetap
memainkan payudaraku. Birahiku sudah benar-benar tinggi, nafasku juga
sudah makin tak teratur, dia begitu lihai dalam bercinta, kurasa bukan
pertama kalinya dia berselingkuh seperti ini. Aku merasa tidak dapat
bertahan lebih lama lagi, frekuensi goyanganku kutambah, lalu aku
mencium bibirnya. Tubuh kami terus berpacu sambil bermain lidah dengan
liarnya sampai ludah kami menetes-netes di sekitar mulut, eranganku
teredam oleh ciumannya. Mengetahui aku sudah mau keluar, dia
menekan-nekan bahuku ke bawah sehingga penisnya menghujam makin dalam
dan vaginaku makin terasa sesak. Tubuhku bergetar hebat dan jeritanku
tak tertahankan lagi terdengar dari mulutku, perasaan itu berlangsung
selama beberapa saat sampai akhirnya aku terkulai lemas dalam
pelukannya.
Dia menurunkanku dari pangkuannya, penisnya terlihat
berkilauan karena basah oleh cairan cinta. Dibaringkannya tubuhku yang
sudah lemas itu di sofa, lalu dia sodorkan gelas yang berisi teh itu
padaku. Setelah minum beberapa teguk, aku merasa sedikit lebih segar,
paling tidak pada tenggorokanku karena sudah kering waktu mendesah dan
menjerit. Kaosku yang masih menggantung di perut dia lepaskan, sehingga
kini aku bugil total. Sebelum tenagaku benar-benar pulih, Pak Vito sudah
menindih tubuhku, aku hanya bisa pasrah saja ditindih tubuh gemuknya.
Dengan lembut dia mengecup keningku, dari sana kecupannya turun ke pipi,
hingga berhenti di bibir, mulut kami kembali saling berpagutan. Saat
berciuman itulah, Pak Vito menempelkan penisnya pada vaginaku, lalu
mendorongnya perlahan, dan aahh.. mataku yang terpejam menikmati ciuman
tiba-tiba terbelakak waktu dia menghentakkan pinggulnya sehingga penis
itu menusuk lebih dalam.
Kenikmatan ini pun berlanjut, aku
sangat menikmati gesekan-gesekan pada dinding vaginaku. Buah dadaku
saling bergesekan dengan dadanya yang sedikit berbulu, kedua paha
rampingku kulingkarkan pada pinggangnya. Aku mendesah tak karuan sambil
mengigiti jariku sendiri. Sementara pinggulnya dihentak-hentakkan
diatasku, mulutnya tak henti-hentinya melumat atau menjilati bibirku,
wajahku jadi basah bukan saja oleh keringat, tapi juga oleh liurnya.
Telinga dan leherku pun tak luput dari jilatannya, lalu dia angkat
lengan kananku ke atas dan dia selipkan kepalanya di situ. Aahh..
ternyata dia sapukan bibir dan lidahnya di ketiakku yang halus tak
berbulu itu, kumis kasar itu menggelitikku sehingga desahanku bercampur
dengan ketawa geli.
“Uuuhh.. Pak.. aakkhh.. !” aku kembali mencapai orgasme.
Vaginaku
terasa semakin banjir, namun tak ada tanda-tanda dia akan segera
keluar, dia terlihat sangat menikmati mimik wajahku yang sedang orgasme.
Suara kecipak cairan terdengar jelas setiap kali dia menghujamkan
penisnya, cairanku sudah meleleh kemana-mana sampai membasahi sofa,
untung sofanya dari bahan kulit, jadi mudah untuk membersihkan dan
menghilangkan bekasnya. Tanpa melepas penisnya, Pak Vito bangkit
berlutut di antara kedua pahaku dan menaikkan kedua betisku ke
pundaknya. Tanpa memberiku istirahat dia meneruskan mengocok kemaluanku,
aku sudah tidak kuat lagi mengerang karena leherku terasa pegal, aku
cuma bisa mengap-mengap seperti ikan di luar air.
“Bapak udah mau.. Dik.. Citra.. !” desahnya dengan mempercepat kocokkannya.
“Di luar.. Pak.. aku ahh.. uuhh.. lagi subur” aku berusaha ngomong walau suaraku sudah putus-putus.
Tak
lama kemudian dia cabut penisnya dan menurunkan kakiku. Dia naik ke
wajahku, lalu dia tempelkan penisnya yang masih tegak dan basah di
bibirku. Akupun memulai tugasku, kukulum dan kukocok dengan gencar
sampai dia mengerang keras dan menjambak rambutku. Maninya menyemprot
deras membasahi wajahku, aku membuka mulutku menerima semprotannya.
Setelah semprotannya mereda pun aku masih mengocok dan mengisap penisnya
seolah tidak membiarkan setetespun tersisa. Batang itu kujilati hingga
bersih, benda itu mulai menyusut pelan-pelan di mulutku. Kami berpelukan
dengan tubuh lemas merenungi apa yang baru saja terjadi.
Sofa
tempat aku berbaring tadi basah oleh keringat dan cairan cintaku yang
menetes disana. Masih dalam keadaan bugil, aku berjalan sempoyongan ke
dapur mengambil kain lap dan segelas air putih. Waktu aku kembali ke
ruang tamu, Pak Vito sedang mengancingkan lagi bajunya, lalu meneguk air
yang tersisa di gelasnya.
“Wah Dik Citra ini benar-benar hebat ya,
istri-istri Bapak sekarang udah nggak sekuat Adik lagi padahal mereka
sering melayani Bapak berdua sekaligus” pujinya yang hanya kutanggapi
dengan senyum manis.
Setelah berpakaian lagi, aku mengantarnya
lagi ke pintu depan. Sebelum keluar dari pagar dia melihat kiri kanan
dulu, setelah yakin tidak ada siapa-siapa dia menepuk pantatku dan
berpamitan.
“Lain kali kalo ada kesempatan kita main lagi yah Dik”
“Dasar bandot, belum cukup punya istri dua, masih ngembat anak orang” kataku dalam hati.
Akhirnya
aku pun mandi membersihkan tubuhku dari sperma, keringat, dan liur.
Siraman air menyegarkan kembali tubuhku setelah seharian penuh
berolahraga dan berolahsyahwat. Beberapa menit sesudah aku selesai
mandi, ibuku pun pulang. Beliau bilang wangi ruang tamunya enak sehingga
kepenatannya agak berkurang, aku senyum-senyum saja karena ruang itu
terutama sekitar ‘medan laga’ kami tadi telah kusemprot pengharum
ruangan untuk menutupi aroma bekas persenggamaan tadi.
E N D sumber