Breaking News
Loading...
Loading...
Jul 6, 2010

Pledoi Janda Dituduh Teroris :Kepada Allah Saya Berserah Diri

Hujan masih deras mengguyur kawasan Ampera, Jakarta Selatan saat jarum jam menunjukkan pukul 14.48 Wib, Selasa (6/7/2010). Di tengah kelimun hadirin di dalam ruang besar mirip aula, duduk perempuan bercadar hitam. Ia tampak tenang meski puluhan pasang mata menatap ke arahnya.


Riuh seketika berganti hening. Senyap seolah menyeruak, menyesaki ruang bercat putih. Sejurus kemudian suara salam keluar dari mulut perempuan bercadar, dialah Putri Munawaroh. Matanya tertuju pada lembaran putih berjudul 'Risalah Pembelaan.' Risalah curahan hatinya selama dalam penjara atas tuduhan tindak terorisme.

Risalah itu terbilang sebuah memoir, suka, duka, doa berikut harapan masa depan seorang Putri. Merujuk risalah tersebut, ia bertutur karena perlindungan suami, dirinya serta janin yang dikandungnya selamat dari terjangan peluru Densus 88. Tiba pada suatu frasa, air matanya pecah, suaranya berubah berat, terbata-bata.

"Saya adalah korban. Tetapi saya harus dihukum untuk suatu tindak pidana yang tidak saya perbuat," lirih Putri.

Tangis menggema, seolah tak lagi mampu terbendung saat frasa berikutnya ia lanjutkan

"Saya harus menjadi janda di usia muda. Suami saya harus meregang nyawa. Di depan mata kepala saya, masih terbayang saat-saat terakhir almarhum berupaya melindungi saya dan janin buah cinta kami berdua," katanya sesenggukan.

Kenangan indah hidupnya bersama Susilo Adib di sebuah rumah kontrakan, penuh kesederhanaan, lekat dengan nilai-nilai keislaman, sirna sudah. Ingatan Putri selalu tertuju bagaimana suami yang ia cintai harus mengorbankan nyawanya sendiri. Dalam suasana gaduh muntahan peluru, ia menahan sakit paha kirinya karena timah panah.

Di balik jeruji, dengan kondisi mengandung, pikirannya menerawang, meratapi nasib. Di tengah penantian lahirnya seorang jabang bayi, suaminya tidak ada di samping. Sakit hatinya masih terpatri ketika buah hatinya lahir tanpa bapak alias yatim.

"Saya masih harus membayangkan akan jauh dari anak yang masih kecil. Terpisah dari keluarga saya untuk menjalani vonis yang tentunya akan segera diputuskan majelis hakim," urainya sambil melanjutkan, "Saya sadar. Inilah takdir yang haru saya jalani."

Dari lembaran itu, ia mengucap, mengirim doa. "Untuk almarhum suamiku, mas Adib, semoga engkau diterima di sisi-Nya, dan Insyaallah engkau syahid. Telah melindungi anak dan istrimu. Untuk anakku Ahsan, semoga Allah melindungimu nak," sedannya.

Di ujung pembelaan, Putri menguatkan hati, membaca firman Tuhannya, Quran Surat Al-Ahzab ayat 58. "Kepada Allah saya berserah diri dan memohon pertolongan. Dialah sebaik-baiknya penolong," tutup hamba Allah yang lemah. Demikian Putri membela dirinya di pengadilan.Sumber Tribunnews.com


Salam Sonia

0 Leave Your Comment :

Post a Comment

Thanks you for your visit please leave your Comment

Back To Top